BannerFans.com

Resep Menjadi Pemasar Hebat dan Tangguh

Kompleksitas dunia pemasaran saat ini menuntut kualifikasi kemampuan pemasar yang lebih tinggi dibanding era sebelumnya. Apa saja yang harus dimiliki dan dilakukan untuk bisa menjadi good & tough marketer?

Rasanya tak salah bila banyak praktisi bisnis yang mengatakan bahwa para pemasar (marketer) hebat adalah pahlawan di era industri. Sebab, lewat tangan mereka, sebuah produk bisa memperoleh nilai tambah (value added), sehingga tak hanya dihargai sebatas komoditas dalam ukuran berat atau volume. “Marketer-lah yang membuat kita mendapatkan margin lewat strategi brand dan diferensiasi yang mereka jalankan,” kata Hermawan Kartajaya, Presiden MarkPlus & Co.

Kenyataannya sekarang, para pemasar terbaik di industrinya bisa menikmati benefit dan apresiasi terbaik. Tidak hanya dari segi kompensasi materiil, tapi juga benefit emosional. Namun, untuk menjadi pemasar mumpuni jelas bukan soal mudah. Maklum, tantangan dunia pemasaran yang harus dihadapi saat ini makin kompleks. Contohnya, kini tingkat persaingan jauh lebih intensif dengan kehadiran makin banyak pemain di setiap jenis industri. Maka, kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjadi good marketer di era sekarang semakin berat.

Untuk bisa mencapai level tersebut, tentu saja, persyaratan standar seorang pemasar harus lebih dulu dimiliki. Misalnya, kemampuan membaca segmen pasar yang atraktif, menetapkan positioning produk dan mengomunikasikan produk ke konsumen. Pemasar yang bagus mesti menguasai elemen dasar pemasaran seperti 4P (product, place, promotion dan price), segmentasi, targeting, dan lain-lain. Baru setelah itu ia meningkat pada kualifikasi yang lebih advance.

Bambang Bhakti yang selama 32 tahun menggeluti dunia pemasaran, mengatakan, ketangguhan seorang pemasar sebenarnya bisa dilihat dari kemampuannya menciptakan permintaan konsumen pada tingkat preferensi yang tinggi. “Jadi, kata kuncinya, menciptakan permintaan merek dengan tingkat preferensi yang tinggi dan berkesinambungan,” tutur mantan eksekutif senior di PT Coca-Cola Bottling Indonesia itu. “Marketer tak bisa mengatakan yang penting hanya menjual produk semata.”

Pendapat hampir senada disampaikan Simon Jonatan, CEO BrandMaker. Ia menyebutkan, pemasaran berarti menciptakan demand atau need konsumen. “Kita harus meng-create demand lewat konsep yang benar dan baik,” ujarnya.

Seorang pemasar hebat juga harus mampu meraih profitable growth — pertumbuhan yang secara bisnis mendatangkan keuntungan. Ia juga harus bisa mengembangkan strategi dan teknik menemukan sumber pertumbuhan dan pendapatan baru. “Jika elemen-elemen ini mampu dicapai seorang marketer, wah jago dia,” ujar Bambang yang pernah berkarier di PT Multi Bintang. Simon pun melihat hal serupa. “Tak ada artinya promosi atau konsep komunikasi yang bagus kalau produknya tak sukses atau rugi. Sukses bukan hanya dibaca pada proposal yang bagus,” tutur mantan pemasar Extra Joss dan Komix ini.

Crist Budi Setiawan, pengamat yang juga praktisi pemasaran di sebuah perusahaan multinasional, memberi catatan tambahan bahwa seorang pemasar tangguh selalu berpikir inovatif, tak sekadar melihat yang sudah ada di pasar tapi juga mampu menciptakan sesuatu yang baru. “Ia melihat yang tidak dilihat orang lain,” kata Crist seraya menjelaskan pemikiran inovatif bisa bersumber dari pemahaman dan wawasan yang luas, serta analisis yang kuat dan kreativitas.

Di mata J.W. Junardy, COO Rajawali Corporation yang selama ini banyak merekrut pemasar pilihan untuk memperkuat bisnis Grup Rajawali, pemasar tangguh punya cara pandang yang berbeda dari pemasar atau karyawan umumnya. “Ia melihat perusahaan sebagai bisnis miliknya sendiri, bukan dirinya sebagai karyawan. It’s my business,” kata Junardy. Maka, pemasar yang sukses biasanya bekerja seperti halnya mengelola bisnis milik sendiri.

Senada dengan Junardy, Hermawan juga menyatakan bahwa pemasar tangguh tak cukup hanya mengerti industrinya. “Yang lebih penting mesti menjadi entrepreneur. Makanya Phillip Kottler mengatakan ‘Be a marketer, be an entrepreneur‘,” ujar pakar pemasaran ini. Lebih lanjut ia menjelaskan, pemasar harus dekat dengan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Kalau minatnya sebatas menjadi pegawai relatif akan sulit menjadi pemasar tangguh. “Anda tak akan menjadi pemasar yang baik kalau tidak punya entrepreneurship. Sebaliknya bagi entrepreneur, dia tak akan bisa tajam masuk ke pasar kalau tidak mengerti pemasaran. Jadi, pemasaran itu tool intelektualnya, sementara entrepreneurship lebih menyangkut emosional,” Hermawan memaparkan.

Masih menurut Hermawan, untuk menjadi pemasar tangguh mesti ada kemampuan dari sisi IQ, EQ dan SQ. “Jadi harus lengkap: intelectual marketing, emotional marketing dan spiritual marketing. Secara intelektual, konsep pemasarannya harus komplet. Tapi secara emosional, harus pintar seperti membangun hubungan dengan orang atau berani mengambil risiko. Spriritualnya adalah melakukan segala sesuatu dengan sikap honour. Seperti pula yang dicontohkan Nabi Muhammad dengan Al Amin,” tuturnya.

Soal penguasaan lapangan, Bambang yang juga Presdir Team Master Indonesia menyarankan, pemasar harus tahu secara komprehensif proses bisnis di industrinya, tak hanya urusan menjual produk. “Ia harus menguasai value chain dari proses-proses bisnis di industrinya itu,” Bambang menegaskan. Dengan kata lain, pemasar dituntut mampu mengalkulasi berbagai aspek dari sisi bahan baku, perubahan kualitas produk, riset & pengembangan, proses produksi, manajemen inventori, distribusi dan penyebaran barang hingga perubahan pada sisi pelanggan.

Maka, lanjut Bambang, pemasar yang bagus pasti disegani oleh orang-orang dari bagian lain. “Disegani bagian R&D, produksi, kontrol kualitas, logistik, distribusi, dan penjualan.” Alasannya, seorang pemasar tidak bisa bekerja sendirian. “Marketer itu seperti spider on the web.leadership ke segala arah,” Bambang beranalogi. Itu sebabnya, pemasar mesti mempunyai kemampuan memengaruhi fungsi-fungsi lain, tanpa harus memiliki kekuasaan atas diri mereka. “Pengaruh yang bermain di sini. Dia bukan bos, tapi dia harus punya pengaruh,” ujarnya seraya menegaskan pentingnya muatan leadership bagi pemasar. Laba-laba di atas jaringnya. Dia tidak mengomando sudut-sudutnya tapi dia beredar ke mana-mana, punya

Hal-hal tersebut memang perlu dimiliki pemasar, sebab kenyataannya sering menghadapi benturan kepentingan yang berbeda-beda dari tiap-tiap rantai (divisi). “Misalnya, bagian keuangan inginnya tiap produk yang terjual harus langsung dibayar, sementara bagian penjualan inginnya produk dijual secara kredit agar produk cepat terserap pasar. Nah, perbedaan seperti itu saja sudah bikin konflik sehingga butuh kemampuan persuasif,” kata Bambang yang juga pernah berkarier di PT Kiwi Prodenta dan PT Goodyear Indonesia. Crist juga berpendapat sejalan. Menurutnya, pemasar mesti mampu menjadi penggerak. “Harus bisa meng-energize atau menjadikan bagian lain antusias. Tidak hanya divisi pemasaran, tapi bagian lain seperti produksi dan penjualan.”

Menyambung Crist, Simon menambahkan, pemasar mesti pintar baik dalam menjual maupun membuat konsep. Ia juga tidak lekas puas dengan prestasinya sehingga tak membuatnya terlalu sombong atau percaya diri. Simon kemudian mencontohkan peluncuran produk Naturade Gold yang tak sukses karena percaya diri berlebihan. “Seorang marketer yang hebat dia punya wisdom. Kreativitas itu tidak lepas dari experience. Wisdom timbul dari membaca pasar, mempelajari data, menganalisis data menjadi knowledge dan knowledge itu dikumpulkan menjadi wisdom,” tutur mantan Direktur PT Bintang Toedjoe ini.

Lebih lanjut Simon menyebutkan, good marketer harus kuat mendengar isu atau gosip. Selanjutnya, isu ini harus bisa dijadikan data, dikumpulkan menjadi knowledge yang kemudian menambah wawasannya dalam memutuskan. Maka, timpal Bambang, penting sekali bagi pemasar terus turun ke pasar, berbicara dengan wholesaler (grosir), pengecer dan konsumen. Dari mereka, lanjut Bambang, biasanya informasi tentang peluang pasar baru hingga strategi pesaing bisa diperoleh. Turun ke pasar juga bermanfaat buat meningkatkan kemampuan kompetisi pemasar. “Seorang marketer konsepnya haruslah 3:2. Yaitu 3 hari di kantor dan 2 hari di lapangan. Kalau marketer tidak ke lapangan dan cuma berkutat di kantor, bagaimana bisa merasakan denyutnya pasar?” ujar ayah lima anak dan kakek dari empat cucu ini.

Bambang juga berpendapat pemasar mesti punya intelektualitas yang tinggi. “Gelar S-1, kemampuan komunikasi hingga relationship sebagai aspek-aspek yang minimal harus dipunyai oleh marketer,” katanya. Intelektualitas yang tinggi, menurutnya, diperlukan karena di bidang pemasaran banyak fungsi abstraksi yang harus dijalani. Misalnya, membayangkan sejak awal brand-nya ke depan mau diapakan. “Merencanakan brand seperti itu awalnya dilakukan dalam bentuk abstrak, tidak nyata. Karena itu dibutuhkan kemampuan membuat konsep dan strategi yang keduanya juga sama-sama abstrak, tidak nyata. Belum lagi mengenai masalah angka, kemampuan membaca data riset, tren, dan data statistik.”

Itulah sebabnya Bambang menganjurkan seseorang bergelar minimal S-1 untuk menjabat sebagai marketing trainee, posisi terbawah dalam hierarki divisi pemasaran. Asumsinya, lulusan S-1 sudah memiliki daya abstraksi. Selanjutnya daya abstraksi itu digabungkan dengan kemampuan komunikasi. “Karena abstraksi itu harus mampu divisualisasikan melalui penjelasan. Omong kosong seorang marketer tanpa kemampuan komunikasi,” kata Bambang meyakinkan. Aspek relationship dinilainya juga harus dikedepankan karena berkaitan dengan kemampuan membangun jejaring dengan agensi riset, periklanan, promosi, dan banyak lagi. Bambang tidak mempersoalkan latar pendidikan pemasar. Baginya profesi yang satu ini multidisipliner, alias segala jurusan S-1 bisa diterima. Ia teringat ketika dirinya masih di Unilever, ada seorang dokter gigi masuk sebagai marketing trainee dan sukses.

Faktor karakter juga berperan penting. Bagaimanapun, menurut Crist, pemasar mesti berpikiran terbuka, berpikiran luas dan suka menimba pengalaman orang lain. Tak hanya itu, untuk menjadi pemasar tangguh, Crist berpendapat, perlu mengembangkan kepribadian dan karakter yang tak mudah menyerah, pemberani dan selalu ingin lebih dahulu. “Karakter-karakter ini yang cukup penting. Pendidikan hanya menyumbang 40%, sisanya adalah karakter-karakter tersebut,” Crist menegaskan keyakinannya. Pernyataan Crist dibenarkan Junardy, mantan bos Excelcom yang juga Presiden Indonesia Marketing Association. Menurut Junardy, pihaknya juga sangat seletif dalam memilih pemasar yang hendak ditarik bergabung. Kualifikasi karakternya, mesti proaktif atau agresif, baik dalam penampilan maupun cara berpikir. Lalu, memiliki motivasi yang tinggi, melihat pemasaran sebagai pekerjaan penting, dan menyukai pekerjaan pemasaran. “Semua kualifikasi itu diterapkan di perusahaan kami,” ujar Junardy.

Karena kehadiran good marketer dibutuhkan perusahaan, Bambang mengakui, perusahaan juga bisa berperan besar. “Pohon kelapa yang baik hanya akan tumbuh di tanah yang baik pula,” kata Bambang beranalogi. Singkatnya, perusahaan yang akan menelurkan pemasar tangguh adalah perusahaan yang sungguh-sungguh mau berinvestasi besar di bidang pemasaran. Crist menimpali, perusahaan yang cocok untuk itu adalah yang memberikan penekanan pada pemasaran, pengembangan produk (R&D) dan riset pasar. “Perusahaan trading tidak cocok membentuk marketer tangguh,” ucapnya. Dalam hal ini iklim yang dibutuhkan untuk terciptanya pemasar tangguh harus datang baik dari atasan maupun lingkungan kerja. Misalnya, kalau pemasar berbuat salah diberikan kesempatan untuk bangkit dan sukses. Lalu, memberikan tantangan kepada setiap bagian untuk bersaing dan menemukan solusi, bukan saling menjatuhkan.

Pendapat itu senada dengan saran Hermawan, yakni bila ingin menjadi pemasar tangguh, sebaiknya memilih berkarier di perusahaan yang berorientasi pemasaran. “Perusahaannya harus percaya pada marketing, percaya brand, diferensiasi, positioning dan lain-lain. Kalau masuk ke perusahaan yang dagangannya komoditas akan percuma, bakatnya tak akan berkembang,” kata Hermawan. Jika pemasar masuk dalam perusahaan yang kurang memperhatikan strategi pemasaran, pilihannya dua: meyakinkan sang bos atau keluar. “Artinya, mereka harus melakukan marketing ke dalam dulu,” tandas Hermawan, dan ia menyarankan agar perusahaan memberikan reward yang baik untuk merangsang munculnya pemasar yang andal.

Crist memberi saran praktis, yakni untuk mendorong munculnya pemasar hebat bisa dilakukan dengan memberikan tantangan dan target pemasaran yang tinggi, sehingga “memaksa” mereka memutar otak. Misalnya, bila pertumbuhan normal di industrinya 20%, ditargetkan tumbuh 50%. Hal ini akan memicu mereka berpikir keras. “Namun jangan sampai memberikan target lebih sebagai sebuah punishment. Yang lebih penting, mereka dihargai dengan financial dan nonfinancial reward,” ia mewanti-wanti. Tentu sebelum diberikan latihan yang menantang, bisa juga diberikan latihan melalui proyek pemasaran yang tingkat kesulitannya sedang. “Misalnya menugaskan mereka merenovasi produk dengan cara mengubah kemasan, menambah varian, atau mengejar profit margin,” sahut Bambang.

Hal-hal semacam itu rupanya telah diterapkan di PT Kalbe Farma Tbk. Seperti dituturkan Vidjongtius, salah seorang direkturnya, pihaknya juga terus merangsang munculnya para pemasar hebat. “Sebab mereka merupakan ujung tombak bagi perusahaan,” katanya memberi alasan. Tak heran untuk itu Kalbe juga melakukan program pelatihan internal dan eksternal secara teratur sesuai dengan kebutuhan kompetensi masing-masing jabatan. Biaya pelatihan tiap tahun setiap karyawan berkisar Rp 1-10 juta.

Bagi para pemasar muda yang ingin terus mengasah kemampuannya, tentu tidaklah tepat jika hanya menggantungkan uluran tangan perusahaan untuk pengembangan kompetensi dirinya. Menurut Bambang, mereka mesti baca buku, ikut kursus dan seminar. Menggantungkan pada perusahaan akan membuat seseorang tidak mandiri. “10% dari gaji sudah memadai untuk biaya pengembangan diri ketimbang dipakai untuk dugem,” saran Bambang. Hanya saja, Bambang mewanti-wanti, knowledge tidak lantas menjadi skill. “Apalagi seminar. Seminar itu kan knowledge banget. Kita cuma bisa melakukan benchmark dengan pengalaman perusahaan lain,” tandasnya. Ditambahkannya, memperoleh skill yang paling utama adalah dari praktik on-the-job training dan pengalaman sehari-hari.

Hermawan mengingatkan, ilmu dan pengetahuan pemasaran berkembang terus. “Maka, ikuti apa yang terjadi di tempat lain dan di industri lain. Mempelajari kasus di industri lain penting,” katanya. Ilmu yang terbaik bagi pemasar tangguh, menurut Hermawan, tidak ada jalan lain kecuali praktik dan terjun langsung di bidangnya. “Tidak hanya membahas kasus di kelas. Ia harus mampu membuktikan melalui praktik. Jadi harus dihubungkan antara konsep dan praktik,” paparnya.

Ada lagi yang diingatkan para praktisi pemasaran berpengalaman itu, yakni pemasar tangguh bukan berarti tak pernah gagal. “Seorang marketer juga harus pernah merasakan kegagalan,” ujar Simon yang mengaku pernah gagal ketika di Kalbe Farma. Ya, sepandai-pandai tupai melompat, sesekali gawal juga. “Tapi, yang menunjukkan seberapa tangguh adalah kemampuan untuk bangkit dan belajar dari kegagalan untuk meraih sukses,” tambah Simon. (Swa.co.id)