Judul tulisan kali ini memang kelihatan panjang dan tidak lazim. Tapi, saya mendapatkannya dari inspirator marketing saya yang terbesar. Siapa dia? Bukan Philip Kotler. Bukan Al Ries. Bukan pula Kenichi Ohmae. Atau Peter Drucker sekalipun yang pernah mengatakan “Because its purpose is to create a customer, the business has two—and only two—functions: marketing and innovation. Marketing and innovation create value, all the rest are costs.” Bukan mereka itu semua.
Inspirator saya itu adalah Putera Sampoerna. Saya dulu pernah bekerja sangat dekat dengan Putera Sampoerna walaupun cuma sebentar, dari awal 1988 sampai 1 April 1990. Selama sekitar dua tahun tiga bulan itu saya menjabat sebagai Direktur Distribusi PT HM Sampoerna. Baru setelah dari PT HM Sampoerna saya kemudian mendirikan MarkPlus di Surabaya.
Ada sepenggal kisah menarik ketika saya masih di sana. Waktu itu Dji Sam Soe volume penjualannya masih relatif kecil. Walaupun demikian, diferensiasinya sangat jelas. Dji Sam Soe punya diferensiasi sebagai rokok tembakau, bukan rokok saus. Artinya, rasa nikmatnya harus tergantung pada mutu tembakaunya, bukan dari sausnya. Saus yang biasanya dipakai untuk “menutup” rasa tembakau yang bisa beragam—tergantung dari mutu panenannya—tidak terlalu diandalkan.
Diferensiasi ini terbukti sukses. Sehingga akhirnya sampai sekarang pun Dji Sam Soe menjadi merek rokok yang paling tua di Indonesia, dan, mengacu kepada matriks BCG, masih tetap bisa jadi Cash Cow, belum jadi Dog. Inilah rokok kretek termahal di dunia! Dji Sam Soe juga digelari sebagai “The Ultimate Smoking Pleasure”, secara tidak resmi tentunya. Bahkan dulu ketika sempat dipasang tulisan pada kemasannya yang menyatakan bahwa orang yang batuk dan menghisap rokok Dji Sam Soe lalu batuknya bisa sembuh, banyak orang yang percaya.
Diferensiasi Dji Sam Soe memang kuat. Ketika Gudang Garam Surya dan Gudang Garam Internasional serta Djarum Super menguasai pasar, Dji Sam Soe tidak goyah. Dji Sam Soe yang keluar dari mainstream tetap bertahan dengan keunikannya yang sangat kuat tersebut, bahkan sampai sekarang. Putera Sampoerna sekali lagi menunjukkan bahwa diferensiasi adalah kunci dari marketing ketika A Mild diluncurkan pada tahun 1989 dan melahirkan kategori baru, yaitu rokok berkadar tar dan nikotin yang rendah. Hal ini diperkuat dengan tagline-nya, “Low Tar Low Nicotine”. Ketika pesaing mulai bermunculan, keluar tagline baru dari A Mild, “How Low Can You Go”.
Dan sekarang A Mild seperti sudah menjadi standar dalam industri rokok oleh berbagai merek-merek rokok mild yang lain. A Mild juga sudah membuat iklan yang memposisikan dirinya sebagai citizen brand yang peduli akan isu-isu yang sedang hangat di tengah masyarakat. Sekarang ini PT HM Sampoerna sudah jadi nomor satu dalam soal omzet, jumlah batang rokok yang diproduksi, dan juga dari sisi profit sejak berada di bawah pengelolaan Philip Morris. Walaupun demikian, rupanya para pesaingnya juga semakin kreatif dengan menawarkan sejumlah diferensiasi yang tidak kalah solid.
Djarum misalnya. Di bawah Victor Hartono, generasi ketiga pendiri Djarum yang lulusan dari Kellogg Graduate School of Management, perusahaan ini sudah menggebrak sebagai pemain kedua yang kuat. Salah satu mereknya, Djarum Black, punya berbagai diferensiasi yang cukup solid. Kemasannya yang serba hitam sangat berbeda dibanding merek-merek lain. Begitu juga dalam hal produknya sendiri yang punya berbagai varian. Djarum Black Slimz ukurannya lebih kecil daripada ukuran rokok yang biasa. Dari segi rasa juga macam-macam; ada yang original, rasa cappuccino, dan rasa teh.
Dan yang paling inovatif tentunya pembentukan komunitas Djarum Black. Di tengah berbagai merek rokok yang rajin menggelar event musik, Djarum Black memilih jalur lain dengan membentuk komunitas. Merek ini juga menggunakan Internet sebagai penggerak komunitas tersebut. Langkah ini terbukti cukup sukses yang ditunjukkan dengan meningkatnya penjualan dan juga persepsi konsumen yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa diferensiasi itu selalu bisa dicari. Pemain baru pun—seperti Djarum Black yang baru lahir pada tahun 2001—bisa mencuri pasar yang sudah dikuasai oleh para pemain lama.
Dalam bukunya Differentiate or Die, Jack Trout mengatakan ada banyak cara untuk membangun diferensiasi yang kuat. Misalnya dengan menjadi yang pertama pada satu kategori. Seperti A Mild tadi. Atau menguasai sejumlah atribut tertentu. Misalnya Djarum Black dengan warna hitamnya dan tentu juga dengan komunitasnya.
Memang, di era New Wave Marketing ini, diferensiasi akan semakin penting karena lanskap persaingannya seperti galaksi dengan jumlah pesaing yang tidak terbatas. Kalau tidak punya diferensiasi yang solid, Anda bisa “hilang ditelan galaksi”.