Nyeri dan inflamasi merupakan gejala dan tanda yang umum dijumpai pada berbagai penyakit reumatik terutama kelompok penyakit reumatik inflamatif. Mekanisme timbul nya nyeri atau proses inflamasi telah cukup dalam diketa hui dan diikuti pula oleh berkembangnya berbagai pengo batan untuk mengatasi manifestasi tersebut. Tidak jarang nyeri reumatik sangat mengganggu dan bahkan menyebab kan rasa frustrasi karena intensitas nyerinya ataupun kroni sitasnya.
Terdapat berbagai pendekatan penanggulangan pe nyakit reumatik dewasa ini dan ditujukan terutama dalam mengatasi rasa nyeri dan proses keradangan, yaitu melalui istirahat, proteksi sendi, fisioterapi / rehabilitasi medik, penggunaan alat bantu, psikoterapi, pembedahan, dan pe makaian obat-obatan.
Upaya pengobatan seyogyanya melalui pendekatan farmakologik dan non-farmakologik yang seimbang, karena pengobatan medikamentosa saja seringkali memberikan hasil kurang memuaskan apabila tidak disertai dengan pengobatan lainnya. Dalam prakteknya seringkali para dok ter menghadapi kebingungan dalam menentukan pilihan modalitas pengobatan mana yang sebaiknya ditujukan ter hadap penyakit reumatik yang dihadapinya, terutama pe milihan obat.
Efektifitas dan kemanan suatu obat anti inflamasi non-steroidal (NSAIDS) apalagi bila harga obat tersebut murah merupakan dambaan setiap praktisi dibidang reumatologi. Sayangnya sampai saat ini belum ada satupun NSAIDS yang memenuhi kriteria suatu NSAIDS yang ideal. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik akan peng gunaan obat tersebut guna mencapai hasil yang optimal melalui pemilihan jenis NSAIDS yang beredar di pasaran secara rasional. Pemahaman yang baik akan mekanisme kerja obat anti inflamasi non steroid (NSAIDS), keunggulan serta frekwensi efek samping yang ditimbulkannya di perlukan sebelum memutuskan obat mana yang tepat di berikan pada penderita yang sedang diobati.
Mekanisme Kerja NSAIDSs
Hambatan terhadap biosintesis prostaglandin (PG) merupakan dasar utama mekanisme penghambatan proses inflamasi, dan terutama dicapai melalui hambatan jalur enzim siklooksigenase (COX). Satu Hipotesis menyebut kan bahwa hambatan selektif terhadap COX-2 akan menghasilkan efek menghilangnya rasa nyeri atau inflama si tanpa menyebabkan efek samping akibat hambatan COX-1 seperti ulkus peptikum, disfungsi trombosit dan kerusakan gunjal. Hal ini muncul sebagai jawaban ter hadap karakterisasi biomolekular dan identifikasi isoform COX-2 pada sel proinflamasi dan data sejumlah laboratorium atas dasar “human whole blood assay” yang mengarah kepada tidak adanya satupun NSAIDs yang betul-betul selektif menghambat hanya COX-2.1 Sampai saat ini hipotesis di atas masih dapat diterima, walaupun diketahui terdapat berbagai mekanisme lain dari NSAIDS dalam mengatasi proses inflamasi, misalnya melalui hambatan pelepasan faktor kemotaksis, cAMP, LTB4, an ion superoksid dan interleukin-1 (IL-1).
Hambatan terhadap COX oleh NSAIDs dibedakan atas empat cara atas dasar farmakokinetikanya yaitu: a. Kompe titif a.l ibuprofen; b. Ikatan lemah, tergantung waktu a.l naproxen, oxicam; c. Ikatan kuat, tergantung waktu a.l indo methacin dan d. Kovalen, a.l aspirin.2
Enzim COX-1 yang dikenal pula sebagai house kee ping enzyme, memiliki fungsi fisiologik atau homeostatik. Produk yang dihasilkan melalui aktivasi COX-1 akan memiliki efek protektif diantaranya efek sitoprotektif pada gaster, antitrombogenik apabila dilepaskan oleh sel en dotel, memelihara homeostasis dan fungsi tubular ginjal melalui peran PGE2, PGF dan PGI2.3 Studi invitro murni menyebutkan bahwa selektifitas hambatan COX-1/2 pada jaringan jelas berkaitan dengan efek toksik yang terjadi terurtama terhadap lambung.4
Isoform lainnya yaitu COX-2 ditemukan oleh Needleman. Pertama kali Needleman mencurigai adanya isoform baru tersebut selain COX-1 melalui percobaan in vitro pada monosit, dimana terdapat peningkatan sintesis PG oleh lipopolisakharida bakteri. Selain itu stimulus lain berupa berbagai sitokin seperti IL-1, INF, TNF dan berbagai mitogen lainnya juga memberikan reaksi yang serupa. Peningkatan sintesis tersebut dapat dihambat oleh deksametason.
Efek anti inflamasi dari NSAIDs diyakini melalui hambatan terhadap COX-2 ini karena aktivasi COX-2 tersebut me rupakan jawaban terhadap stimulus inflamatif maupun sitokin berbagai sel termasuk migratory cells. Sedangkan efek samping yang tidak diinginkan seperti gastrotoksisitas dan nefrotoksisitas diakibatkan oleh efek penghambatan pada COX-1.
Mazario J dkk atas hasil uji pada tikus, mengemukakan bahwa efek anti inflamasi dan analgetik dicapai apabila terdapat hambatan pada kedua isoform COX tersebut.5
Mekanisme kerja dari berbagai NSAIDS terhadap penghambatan isoform COX serta rasio penghambatan antara COX-2/COX-1, saat ini dipakai untuk menjelaskan berbagai perbedaan efek samping NSAIDS serta dosis anti-inflamasinya. Bateman, 1994, mempublikasikan data epidemiologik akan efek samping NSAIDS, dimana di dapatkan hubungan linear efek samping terhadap rasio COX-2/COX-1.
Efek samping yang terutama berkaitan dengan perda rahan saluran cerna atas (SCBA) telah menyebabkan ting kat hunian rawat inap sebesar 260.000 dan mortalitas mencapai 26.000 orang setiap tahunnya.6 Kremer memper kirakan sekitar 2-4%.7 Linder JD dkk memperkirakan 1-2% pemakai NSAIDs akan mengalami komplikasi gastro intestinal serius dan sekitar 10-30% mengalami tukak peptik.8 Urban MK mendapatkan bahwa risiko untuk terja dinya efek samping GI ini sekitar 3-10 kali lebih besar pada pemakaian NSAIDs yang penghambat COX-2 non-selektif.9 Dapat dibayangkan betapa besar masalah yang ditimbulkan NSAIDs dimana perkiraan saat ini NSAIDs dipakai oleh kurang lebih 30 juta orang setiap hari.6
Klasifikasi NSAIDs
Obat anti inflamasi non steroid (NSAIDs) diklasifika sikan ke dalam 4 kelompok yaitu:10,11,12,13, COX-1 selective inhibitor; COX non-selective inhibitor (NSAIDs pada umum nya),14 COX-2 preferrential inhibitor (sodium diclofenac, meloxicam, nimesulid,)15,16,17 dan COX-2 selective inhibitor (celecoxib, rofecoxib). Klasifikasi di atas seyogyanya telah memenuhi ketentuan secara enzimatik atau biokimiawi, farmakologik dan biologik serta makna klinis agar suatu NSAIDs dapat dikatakan sebagai NSAIDs yang ideal.10
NSAIDs yang lebih banyak menekan COX-2 dengan rasio COX-2/COX-1 <>1. Perbedaan dalam penurunan insidens efek samping tersebut sayang nya tidak diikuti oleh meningkatnya efikasi. Harus diingat bahwa penekanan terhadap COX-1 atau COX-2 in vivo tidaklah dapat diperkirakan dari hasil / data in vitro semata.18 Dengan kata lain pemahaman akan lokalisasi, ekspresi dan fungsi fisiologik COX-2 seyogyanya menda pat perhatian. Sodium diclofenac Meloxicam, dan nimesulide adalah jenis NSAIDS yang memiliki profil men dekati harapan sebagaimana disebutkan di atas.19
Apakah penekanan selektif atau lebih spesifik ter hadap COX-2 memberikan efek anti inflamasi yang jauh lebih baik dan disertai dengan efek samping yang jauh lebih kecil ? Pertanyaan ini baru sebagian terjawab me nyangkut efek samping gastrointestinal dan lebih lanjut nampaknya menunggu hasil penelitisn terhadap beberapa obat golongan NSAIDS terbaru (coxib) seperti celecoxib, rofecoxib, parecoxib, valdecoxib dan etorixocib pada studi fase IV.
Mekanisme lain kerja NSAIDs
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa mekanisme kerja NSIADs tidak hanya terfokus pada penghambatan enzim COX, namun cara kerja lain dari NSAIDs seba gaimana tertera di bawah ini akan mempengaruhi efektifitas kelompok kerja ini. Walaupun belum diketahui seberapa jauh kontribusi masing-masing parameter dimaksud. Mekansime lain yang dimaksud itu adalah:
a) Penghambatan kemotaksis terhadap sel-sel yang ter libat pada inflamasi, hambatan terhadap migrasi leukosit.17,20,21
b) Daya antagonistik terhadap mediator lain termasuk berbagai sitokin seperti IL-2, IL-6, TNF alfa dan IFN gamma, PAF16,22,23,24,25 atau lebih lanjut terhadap gen COX-2 berupa hambatan sintesis and ekpresi cyto kine-induced COX-2.26 Juga terlihat efek stimulasi IL-1 receptor antagonist oleh beberapa NSAIDs.27
c) Stabilisasi membran lisosom.
d) Penghambatan biosintesis mukopolisakarida.
e) Mempengaruhi translokasi Ca++.
f) Penghambatan degradasi rawan sendi termasuk kolagen oleh collagenase atau stromelysin.24
g) Penekanan fungsi limfosit T,16 dan neutrofil23 terutama hambatan terhadap lysozyme, glucuronidase dan superoxide anion.6,28,29,30,31
h) Antiangiogenesis32,33,34 melalui modulasi produksi vascular endothelial growth factor (VEGF)35 terutama pada sel kanker (kolon, paru, mamae, prostat)34,36 dan meinginduksi apoptosis.37,38 Efek apoptosis pada kanker memang masih kontroversial. Pada percobaan dengan tikus Celecoxib tidak memiliki efek tersebut.39
Mekanisme kerja NSAIDs sebagaimana dikemukakan oleh Vane JR tertera pada bagan 1 di bawah ini:40
Pertimbangan pemilihan NSAIDs
Sulit untuk menjawab pertanyaan NSAIDs mana yang dipasarkan saat ini yang paling baik, namun sangat mudah untuk mengatakan NSAIDs mana yang ideal atau sangat diharapkan.
Pertimbangan pemilihan didasarkan atas beberapa faktor yaitu mekanisme kerja, efektifitas, farmakokinetik obat, profil efek samping, kepatuhan penderita serta harga obat, bioavalibilitas dan berbagai faktor yang mempenga ruhi perjalanan suatu obat seperti efek makanan terhadap absorbsi obat dan sebagainya. Singh G dan Ramey DR menggunakan data dari the Arthritis, Rheumatism, and Aging Medical Information System (ARAMIS) untuk menetapkan perlunya perhatian akan beberapa hal tersebut di atas yang berkaitan dengan keamanan pemakaian NSAIDs.41 Beberapa pertanyaan di bawah ini seyogyanya telah dijawab terlebih dulu sebelum pilihan terhadap NSAIDs tertentu dijatuhkan, yaitu:
1. apakah pasien memerlukan NSAIDs?
2. apakah rasa nyeri dapat diatasi oleh analge tikum sederhana seperti paracetamol?
3. apakah pasien memiliki satu atau lebih faktor risiko yang perlu diperhatikan seperti usia lanjut (>65 tahun), riwayat tukak peptik, menderita penyakit kardiovaskuler dan riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas?
4. apakah memang diperlukan dosis NSAIDs yang tinggi ?
5. apakah diperlukan penggunaan kombinasi obat dan bagaimana interaksi antara NSAIDs dengan NSAIDs lainnya, NSAIDs dengan anal getikum, dan NSAIDs dengan prostaglandin sin tetik, protektor lambung seperti antasida, peng hambat reseptor H2, proton pump inhibitor, atau kortikosteroid, dan antikoagulan ?
Keputusan menggunakan satu NSAIDs seyogyanya diikuti pemahaman yang baik dari seorang dokter atau pasiennya, bahwa obat tersebut lebih bertindak sebagai obat simptomatik saja dan bahwa perjalanan suatu penyakit reumatik akan berjalan terus terutama dari kelompok penyakit reumatik otoimun, degeneratif maupun gangguan metabolik tulang dan sendi serta deposisi kristal seperti monosodium urat (MSU).Walaupun demikian terdapat hasil yang menggembirakan akan pemakaian NSAIDs ini pada penyakit reumatik tertentu terutama kelompok penyakit reumatik ekstra artikular yang disertai modalitas terapeutik lainnya seperti tindakan rehabilitasi medik (terapi fisik / fisioterapi), suntikan kortikosteroid secara bersamaan.
Analisis terhadap mekanisme kerja, efikasi, interaksi obat, farmakokinetika, dosis, indikasi kontra atau peringat an, efek samping obat dan harga merupakan hal yang penting sebelum memakai suatu NSAIDs sebagaimana dikemukakan oleh Luong BT dkk sebagai hasil MEDLINE search mulai tahun 1966 – 2000.42
Berikut ini adalah beberapa butir pertimbangan dalam memutuskan jenis NSAIDs mana yang akan digunakan.
1. Indikasi.
Hampir semua jenis NSAIDS dapat diberikan pada penyakit osteoartritis (OA) atau artritis reumatoid (RA), kecuali pemakaian fenilbutazon yang hanya diper bolehkan untuk jangka pendek. Aspirin dosis tinggi dapat dipakai sebagai alternatif pada pengobatan RA, namun kurang tepat untuk dipakai pada OA, gout, ankilosing spondilitis mengingat efek sampingnya. Sedangkan untuk gout atau ankilosing spondilitis pilihan jatuh pada indometasin dan alternatif lainnya adalah naproxen sodium atau piroxicam. Saat ini celecoxib dikatakan memiliki efek mengatasi rasa nyeri dan perbaikan fungsi yang cukup besar pada pasien ankilosing spondilitis.43 Untuk cedera olah raga, lebih condong digunakan derivat asam propionat. Sodium diclofenac dan ketoprofen efektif diberikan pada kasus nyeri reumatik akut maupun nyeri akibat trauma.44 Efek pengurangan kerusakan otot skeletal akibat latihan dapat dikurangi dengan pemberian sodium diclofenac sebelum latihan dimulai.45 Nimesulid memberikan hasil pengobatan yang baik pada reumatik ekstra artikular.46
2. Efikasi Obat.
Sampai saat ini belum dijumpai perbedaan efikasi yang menyolok diantara berbagai NSAIDs yang beredar.47 Efek penghambat spesifik atau selektif ter hadap COX-2 seperti celecoxib, nimesulid, meloxicam tidaklah berbeda dengan kelompok preferrential cox-2 inhibitor yang digunakan sebagai reference NSAIDs seperti sodium diclofenac atau NSAIDs konvensional lainnya.48,49,50
Perbandingan efektifitas beberapa NSAIDs misal nya sodium diclofenac sustained release (SR) 75 mg bd, 100 mg SR atau 150 mg/hari tablet biasa sama efektifnya dengan celecoxib 200 mg bd, rofecoxib 12.5-25 mg, meloxicam 15 mg atau naproxen 500 mg bd atau 750 mg, piroxicam 20 mg dan nimesulide 100 mg bd untuk mengatasi rasa nyeri dan inflamasi pada pasien RA / OA.51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65 Pada OA pemakaian celecoxib sama baiknya dengan napro xen.66,67,68
Terhadap kasus nyeri pinggang bawah, nimesulide 100 mg bd lebih efektif dibandingkan ibuprofen69 dan sama baiknya dengan sodium diclofenac 50 mg td untuk kasus OA.70
Efektifitas suatu NSAIDs tergantung variasi indivi dual. Untuk ini perlu diperhatikan jenis penyakit reuma tik tertentu yang condong memberikan respons ter hadap NSAIDs tertentu pula. Misalnya pemakaian indometasin atau ibuprofen pada artritis gout. Untuk kasus gout belum ada bukti yang mneyangkut efikasi pemakaian celecoxib atau penghambat selektif COX-2 lainnya.71
Konsentrasi protein plasma juga berperan dalam farmakokinetika efektifitas NSAIDs karena sebagian besar NSAIDs akan terikat pada protein plasma.72 Misalnya meloxicam terikat 99.5% pada albumin plasma, celecoxib sebesar 96.8%, nimesulid sebesar 99% dan sodium diclofenac 99.7%16,73,74,75,76
3. Toleransi
Hal ini juga bersifat individual dan tergantung dari jangka penggunaan NSAIDs (efek kumulatif). Tidak mengherankan apabila efek samping yang jarang dijumpai akan muncul seiring dengan lamanya penggunaan NSAIDs tersebut. Dalam hal menghindari efek samping NSAIDs kumulatif itu, maka perlu disarankan kepada pasien agar pemakaian NSAIDs dibatasi selama indikasinya ada dan tidak meng gantungkan upaya mengatasi nyeri hanya pada obat semata. Demikian pula perlunya pemahaman adanya perbedaan distribusi dalam jaringan yang berbeda-beda untuk setiap NSAIDs, termasuk pada keadaan faali organ tertentu, sehingga memberikan tambahan pertimbangan dalam pemilihan NSAIDs.77 Misalnya, Konsentrasi plasma Celecoxib (Area under the curve / AUC) meningkat sebesar 40-180% pada mereka dengan gangguan fungsi hati ringan sampai sedang.78
Toleransi ginjal juga perlu mendapat perhatian. Satu penelitian pemakaian celecoxib pada tikus yang dilakukan oleh Muscara dkk mendapatkan adanya efek peningkatan tekanan darah akibat gangguan vaskular dan ginjal. Juga efeknya terhadap leucocytes adherence.79 Toleransi terhadap celecoxib sebenar nya cukup baik dimana kejadian hipertensi sekitar 0.8%, edema perifer 2.1% dan eksaserbasi hipertensi laten sebesar 0.6%.80
Penelitian yang dilakukan oleh Prouse PJ dkk di Inggris menunjukkan bahwa meloxicam dapat ditole ransi dengan baik dengan tingkat toleransi sebesar 83%.81Demikian pula pada kelainan hati, ginjal dan usia lanjut tidak mempengaruhi farmakokinetikanya atau akumulasi (pada pemakaian selama 28 hari),82,83 atau gangguan hati.84 Pada mereka yang pernah mengalami efek samping dengan jenis NSAIDs lain nya, ternyata toleransi pemakaian meloxicam sangat baik.85,86
Berkaitan dengan jangka pemberian suatu NSAIDs maka nimesulide dapat ditolerir pada pemakaian jang ka panjang (1 tahun) terhadap pasien dengan OA.87
Jalur pemberian obat sedikit berperan dalam toleransi suatu NSAIDs. Misalnya pemberian meloxi cam intra muskular atau supositoria ditolerir lebih baik dibandingkan piroxicam dalam arti kata reaksi kemerahan pada kulit atau reaksi lokal pada rectum serta tidak dijumpainya peningkatan kadar kreatinin fosfokinase.88,89,90,91Dari beberapa NSAIDs yang dapat diberikan secara intramuskular, nampaknya meloxicam lebih baik dibandingkan piroxicam atau sodium diclofenac.92,93 Belum ada data perbandingan dengan parecoxib. Pada kasus nyeri pasca tindakan operatif pada anak-anak, nimesulide memberikan efek sama baiknya dengan pemakaian dipyrone.94
4. Keamanan
Pada umumnya segi keamanan suatu NSAIDs ber kaitan dengan efek samping yang ditimbulkannya baik akut maupun kronik kumulatif. Mortalitas berkaitan dengan pemakaian NSAIDs secara langsung memang sangat jarang (a.l Angioneurotic edema),85 namun lebih diakibatkan efek samping terhadap berbagai organ misalnya perdarahan saluran cerna bagian atas atau diskrasia darah (a.l anemia aplastik), efek toksik pada ginjal dan jantung. Upaya preventif akan kejadian efek samping jangka panjang memang perlu diantisipasi antara lain pemberian NSAIDs jangka pendek dalam waktu terbatas pada mereka dengan usia lanjut. Bahan pemikiran lainnya adalah NSAIDs induced gastropathy terjadi apabila terdapat hambatan terhadap kedua isoform COX.95 Namun bukti ini terbatas pada model binatang percobaan tikus.
Hingga kini belum ada satu NSAIDs pun yang terbebas dari efek samping terutama yang berkaitan dengan adanya ulkus peptikum. Bukti epidemiologik (meta analisis) yang dikemukakan oleh Carson JL dkk menyebutkan bahwa risiko relatif pemakai NSAIDs (apapun) untuk mendapatkan efek samping traktus GI serius sebesar 2.7.96 dibandingkan mereka yang tidak menggunakannya. Efek “topikal’ terhadap mukosa gaster nampaknya lebih kecil pada kelompok penghambat selektif COX-2 dikarenakan sifarnya yang sedikit asidik (pKa 6.5).24,97 Golongan coxib dan penghambat selektif lainnya seperti meloxicam, ni mesulid dikatakan memiliki toleransi yang lebih baik akan masalah ini dengan efek anti inflamasi yang sa ma.6,15,98,99,100,101,102,103,104,105,106,107,108,109,110,111,112,113,114
Celecoxib diketahui menyebabkan 0.02% perda rahan SCBA.8 Meloxicam dosis 7.5 mg dan 15 mg menyebabkan angka perforasi, perdarahan atau tukap peptik sebesar 0.1 dan 0.2%;115 sedangkan piroxicam (20 mg), sodium diclofenac (100 mg SR) dan naproxen (750-1000 mg) memberikan angka kejadian lebih besar yaitu 1.2 %, 0.6% dan 2.1%. Studi lain pemakaian meloxicam 15 mg pada RA menyebabkan 0.8% perdarahan SCBA116 dan pada penyakit reumatik lainnya angka ini juga rendah yaitu 0.8% yang mengalami perdarahan.86 Goldstein JL dkk melalui studi multisenter, buta ganda, dan randomized controlled trial (RCT) selama 2 tahun mendapatkan komplikasi GI 8 kali lebih rendah pada pemakaian celecoxib dibandingkan NSAIDs lainnya (naproxen, ibuprofen dan sodium diclofenac).117
Studi lain yang lebih berskala besar terhadap meloxicam menyebutkan bahwa obat ini memberikan efek samping pada GI sebesar 11% (dosis 7.5 mg) dan 16-28% (dosis 15 mg).116,118 Pada studi dengan skala lebih besar (Meloxicam Large-scale Inter national Study Safety assessment / MELISSA) angka kejadian efek samping pada traktus GI sebesar 13%, lebih kecil dibandingkan sodium diclofenac (100mg SR) yaitu 19%.119 Demikian pula pada Safety and Efficacy Large-scale Evaluation of COX-inhibiting Therapies (SELECT) trial terhadap pasien OA kambuh didapatkan angka kejadian efek samping traktur GI lebih kecil yaitu 10.3% : 15.4% terhadap piroxicam 20 mg.120 Secara umum dosis meloxicam 7.5 mg sekali sehari kurang memberikan efek sam ping pada traktus GI dibandingkan naproxen 750 mg.121,122,123 Meta analisis terhadap beberapa RCT dalam kurun waktu 1990-1998 menunjukkan hasil yang sama.124
Namun belum ada data yang menyebutkan tingkat keamanannya yang lebih baik pada pemakaian NSAIDs termasuk coxib terhadap mereka dengan ulkus peptikum, penyakit jantung dan ginjal, kombinasi dengan obat lain.125,126,127,128 Walaupun sebagian besar studi menyatakan bahwa celecoxib memiliki efek samping GI kecil, namun menurut Noble SL dkk efek samping tersebut (tukak peptik) hanya diyakini pada pemakaian jangka pendek saja.129 Keraguan Noble dijawab oleh Silverstein FE dengan dipu blikasikannya Celecoxic Long-term Arthritis Safety Study (CLASS) dan dinyatakan bahwa obat tersebut memiliki efek samping GI lebih kecil.130 Memang apabila telah terjadi kelainan mukosa traktus GI maka pemakaian coxib akan memperberat timbulnya tukak serta nekrosis usus, sebagaimana diperlihatkan pula pada pemakaian meloxicam.131,132 Terhadap traktus GI, nimesulide memberikan Lanza score (endoskopik) yang lebih kecil (0-2) dibandingkan pemakaian naproxen.133 Q5 Sayangnya belum ada data epi demiologik dengan sampel cukup besar pada pemakaian nimesulide dan kejadian efek samping GI.134 Satu studi perbandingan akan risiko relatif terjadinya perdarahan SCBA antar berbagai NSAIDs dilaporkan oleh Garcia R dkk. Mereka mendapatkan OR untuk perdarahan / perforasi GI (PUB/ per foration,symptomatic ulcers and GI bleeding) berturut-turut terhadap ketorolac (24.7), piroxicam (9.5), nimesulide (4.4), diclofenac (2.7), dan ibuprofen sebe sar 2.1.Dikutip dari 134 Data dari advisory committee briefing document tahun 2001 berdasarkan VIGOR study menunjukkan bahwa rofecoxib menyebabkan 2.08% kejadian PUB.135
Toleransi lainnya yang perlu diperhatikan adalah terhadap usus kecil.136 Dalam jangka panjang nimesulid dan rofecoxib dikatakan tidak memiliki pe ningkatan permeabilitas usus kecil, berbeda dengan meloxicam.24 Garcia B dkk mengatakan efek samping tersebut baru timbul pada pemakaian meloxicam dosis besar.137 Studi pada tikus menunjukkan toleransi yang baik akan pemakaian celecoxib ter hadap terjadinya inflamasi usus.138
Menyikapi berbagai hasil studi di atas, maka berbagai upaya mengubah jalur pemberian NSAIDs seperti supositoria, transkutaneus, slow release, sustained release, controlled release, pro drug, enteric coated dan sebagainya belumlah dapat dikatakan dapat menekan kemungkinan kejadian efek samping gastrointestinal disebabkan pengaruh sistemik NSAIDs. NSAIDs topikal juga tidak terlepas dari efek sistemiknya.Tablet salut enterik tidak cukup berguna dalam menurunkan gastric injury yang disebabkan ooleh golongan NSAIDs nonsalisilat.139
Efek terhadap ginjal telah diketahui melalui beberapa cara yaitu: penurunan ekskresi sodium dan kalium, menurunkan perfusi ginjal. Penurunan eksresi sodium akan diikuti terjadinya edema perifer, peningkatan berat badan, peningkatan efek anti hypertensive agents dan dicetuskannya gagal jantung kronik.140,141 Masalah lain yang juga tidak dapat di kesampingkan adalah timbulnya retensi cairan terutama pada pasien usia lanjut. Sejauh ini belum ditemukan NSAIDs yang dapat dikatakan aman terhadap mereka dengan gangguan fungsi ginjal sebagaimana dilaporkan oleh Beard dkk (1992), Fox dan Jick (1884), Gurwitz dkk (1990), Murray dkk (1990) dan Sandler dkk (1989.96
Golongan coxib dikatakan memiliki efek yang tidak begitu mengganggu fungsi hemodinamik ginjal walaupun eksresi sodium, urin PGE2 dan 6 keto PGF sama saja dengan golongan penghambat COX-2 non spesifik.142 Namun Brater mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan efek samping terhadap ginjal antara celecoxib dan NSAIDs lainnya.143 Meloxicam 15 mg, pemberian jangka pendek (28 hari) pada pasien dengan gangguan ginjal ringan tidak memperburuk fungsi ginjal.144 Pengukuran efek samping ginjal tersebut diukur melalui parameter bersihan kreatinin dan N-acethyl-beta-glucosamini dase / creatinine ratios (petanda kerusakan tubulus ginjal).
Bagi pasien dengan kelainan jantung, perlu diperhatikan bahwa belum ada NSAIDs yang memiliki efek kardioprotektif termasuk golongan coxib.145 Engelhardt G dkk melakukan percobaan pada tikus dan mendapatkan bahwa meloxicam tidak menye babkan peninggian tekanan darah, aliran darah, perubahan EKG, denyut jantung.146 Hasil yang serupa dengan keluaran infark miokard, hipertensi dan keluhan GI, dikemukakan oleh Jick SS.147 Muller FO dkk mendapatkan bahwa meloxicam cukup aman diberikan pada pasien dengan gagal jantung kronik terkompensasi (grade II dan III) yang juga mendapat pengobatan dengan furosemid, namun studi ini dilakukan jangka pendek masing-masing selama 2 minggu perlakuan (cross over study) dan jumlah pasien 19 orang.148 Rainsford KD melaporkan bahwa nimesulide sedikit meningkatkan tekanan darah pada pasien usia lanjut.134 Juga perlu sedikit hati-hati pada pemakaiannya bersamaan dengan obat antihipertensi atau diuretika furosemid.134
Efek samping pada hati berkaitan dengan siklus enterohepatik dan proses metabolisme obat melalui enzim cytochrom P450.149 Celecoxib menyebabkan peningkatan transaminase yang tidak berarti secara klinis.146 Sejauh ini hanya 4 studi yang menyebutkan kaitan NSAIDs dengan penyakit hati.96 Tahun 1985 Johnson dkk mengevaluasi 13.328 pasien dan tidak menemukan satupun dengan penyakit hati berkaitan dengan pemakaian NSAIDs. Jick dkk (1992) menemukan 3 kasus dari 102.644 pasien pemakai NSAIDs. Garcia R (1992) mengevaluasi 228.392 pasien, dan mendapatkan risiko sebesar 1.7. Serta Carson dkk (1993) mendapatkan risiko 1.2 (8.4% dari 107 pasien yang terpapar dengan NSAIDs menderita hepatitis akut).
Efek samping pada telinga dapat bermanifetasi sebagai tinitus terutama para pengguna asam salisilat (aspirin). Gangguan saraf pusat seperti sakit kepala, dizziness dapat timbul pada pemakaian indometasin. Ruam kulit banyak diperlihatkan akibat pemakaian fenbufen. NSAIDs induced asthma seringkali dilapor kan akibat pemakaian asam salisilat (aspirin).
Celecoxib dilaporkan menimbulkan efek samping yang jarang seperti Sweet’s syndrome,150 gangguan visus151 dan hepatitis kolestatik.152,153 Sedangkan pada pemakaian meloxicam menyebabkan ganguan respiratorik116 dan acute cytolytic hepatitis.154 Efek samping lain yang juga jarang ditemukan adalah Evans syndrome, anemia hemolitik akut otoimun, hyperkalaemic quadriparesis155,156 dan perforasi kolon157 serta syok anafilaktik158 yang disebabkan oleh sodium diclofenac.
Timbulnya efek samping berkaitan dengan lama nya keberadaan obat NSAIDs tersebut di dalam darah. Waktu paruh maupun frekwensi siklus entero hepatik akan memegang peran yang tidak kecil. Peran hati terutama proses oksidatif yang diperankan oleh liver microsomal cytochrome P4502C9 (CYP2C9) adalah penting.159,160Pada hepatitis akut farmakokineti ka sodium diclofenac tidak terganggu, namun perlu diwaspadai pemakaiannya apabila pasien menderita sirosis hati karena rata-rata AUC nya tiga kali lebih tinggi.161
Pemanjangan masa perdarahan seringkali meng akibatkan kejadian yang tidak diinginkan dan hal ini lumrah pada pemakaian NSAIDs. Celecoxib dan meloxicam dikatakan tidak mempengaruhi masa perdarahan atau agregasi trombosit bahkan pada dosis supraterapetik (600 mg bd),162,163 namun empat kasus trombosis yang dilaporkan oleh Crofford LJ dkk pada pasien dengan penyakit jaringan ikat otoimun, setelah mendapat celecoxib perlu mendapat perhatian apakah golongan ini memiliki efek protrombotik.164 U6 Pemikiran ini muncul atas hasil VIGOR study menggunakan rofecoxib dimana kejadian trombosis kardiovaskular dua kali lebih tinggi dibandingkan terhadap naproxen (risiko kumulatif rofecoxib ter hadap naproxen adalah 1.67% : 0.7%) Nimesulide memiliki efek anti agregasi trombosit kuat pada dosis lebih kecil dari dosis anti inflamasinya.165
5. Kepatuhan (compliance)
Kepatuhan penderita meminum obat nampaknya lebih mudah dicapai dengan pemberian NSAIDS sekali sehari, akan tetapi pada mereka dengan keluhan nyeri hilang timbul atau yang lebih banyak membutuhkan efek analgesiknya, maka pemberian dosis terbagi 2-3 kali sehari mungkin lebih sesuai. Celecoxib memiliki dosis yang cukup fleksibel dimana pemberian satu atau dua kali tidak mengubah efektifitasnya pada pasien dengan OA lutut.166 Demikian pula pemakaian meloxicam 7.5 mg atau 15 mg pada pasien dengan RA.167
6. Biaya (cost).
Walaupun diharapkan pemakaian NSAIDs adalah jangka pendek, namun harga obat tidak dapat diabaikan sebagai salah satu pertimbangan pemilihan NSAIDs. Tentunya cost effectiveness ini akan ber pengaruh pada kepatuhan pasien maupun efektifitas NSAIDs itu sendiri. Obat yang murah seperti asam salisilat (aspirin) memang belum tentu diresepkan mengingat efek samping yang telah diketahui di kalangan masyarakat kita, sedangkan NSAIDs lainnya terutama golongan baru relatif lebih mahal.
Sampai saat ini belum didapatkan sistim evaluasi masalah biaya yang dikaitkan dengan outcome maupun parameter lainnya. Cost consequences evaluation system baru diperkenalkan dan penerapannya masih memerlukan validasi agar obyektifitas evaluasi dapat dipertanggungjawabkan.
7. Interaksi obat.
Pada umumnya interaksi dengan obat lain tidak banyak, sehingga dapat dikatakan pemakaian NSAIDs cukup aman, kecuali pada gabungan aspirin atau fenilbutazon dengan anti-koagulan dan sulfonilurea (a.l tolbutamide), dimana keberadaan gabungan obat tersebut akan meningkatkan kerja obat-obatan lain tersebut yang diberikan bersamaan.
Apabila digunakan antikoagulan warfarin dengan NSAIDs, maka perlu dilakukan pemeriksaan serial masa protrombin. Interaksi antara celecoxib dan warfarin masih kontoversial. Meloxicam dikatakan tidak dipengaruhi dengan adanya pemakaian warfarin atau obat-obat lainnya sperti antasida, cimetidin, makanan, aspirin, beta-acetyldigoxin, furosemid. 73,168,169,170,171 Namun aspirin akan sedikit meningkat kan Cmax (25%) dan plasma concentration-time curves (AUCO-infinity) sebesar 10%, akan tetapi tidak bermakna secara klinis.Demikian pula kadar konsentrasi maksimum (Cmax) furosemide sedikit meningkat disertai dengan peningkatan ringan ekskresi di urin.120 Nimesulid selain terhadap obat-obat di atas juga dikatakan tidak memiliki interaksi besar dengan theophyllin, namun terhadap warfarin kadarnya akan meningkat sedang sehingga peman tauan rutin masa pembekuan dianjurkan. 16,172,173
Celecoxib juga dikatakan tidak memiliki potensiasi dengan pemakaian warfarin.71 Namun Mersfelder TL dkk mendapatkan satu kasus hemoptisis pada pemakaian celecoxib bersamaan dengan warfarin.174 Celecoxib dan meloxicam juga tidak mengganggu bersihan ginjal terhadap metothrexate (MTX) yang diberikan kepada pasien dengan RA.73,175 Cholestyramine akan mempercepat eliminasi meloxicam apabila diberikan bersamaan dan waktu paruhnya menurun dari 19.5 menjadi 12.7 jam, namun distribusinya tidak terpengaruh sehingga menun jukkan bahwa meloxicam mengalami gut recir culation.176
Pemantauan kejadian efek samping kardiorenal perlu ditingkatkan apabila pasien memakai golongan coxib terutama rofecoxib dan obat antihipertensi mengingat kejadian kardiovaskular yang dua kali lebih besar dibandingkan pemakaian naproxen.177
Pemakaian probenecid dapat meningkatkan kadar NSAIDs sampai 50 persen, sehingga bila diberikan bersama obat tersebut dapat dilakukan pengurangan dosis sampai setengahnya dan tentunya akan diperoleh dua keuntungan yaitu biaya pengobatan lebih rendah tanpa kehilangan efikasi dari NSAIDs yang dipakai.
Non-acetylated salycilate nampaknya lebih dianjurkan pada penderita yang mendapat pengobat an lain dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau diuretik.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan apabila sese orang memakai sulfonamida dan diberikan celecoxib untuk mengatasi artritisnya. Patterson dkk melaporkan indidensi kelainan dermatologik alergi akan meningkat 3-6 kali lebih tinggi pada mereka yang hipersensitif terhadap golongan sulfa dan diberikan celecoxib. Apakah memang terjadi reaksi silang antara kedua obat tersebut?178 Knowles S dkk menyatakan bahwa belum ada bukti berupa data klinis, metabolik, biokimiawi, respon imun atas kejadian reaksi alergi pemakaian celecoxib sebagaimana ditakutkan. Hal ini didasari atas tidak adanya subtituen pada posisi N1 dari golongan coxib sebagaimana yang dimiliki oleh antimikroba sulfonamida. Reaksi imun yang diper antarai oleh IgE memerlukan konstituen N1 terse but.179
8. Kombinasi NSAIDS.
a) Pada umumnya tidak dianjurkan pemakaian dua jenis NSAIDs secara bersamaan, karena tidak banyak memberikan manfaat dan bahkan me ningkatkan risiko kejadian efek samping yang lebih tinggi. Adakalanya gabungan NSAIDs tersebut dipakai dimana salah satu hanya diberikan sebagai terapi tambahan sewaktu-waktu, misalnya pemakaian ketoprofen supo sitoria pada malam hari ditambahkan pada pemakaian NSAIDs lainnya, misal diclofenac sodium bd, celecoxib once daily, meloxicam once daily atau nimesulid bd
b) Kombinasi NSAIDS dengan analgetik sejauh ini masih dapat dipertanggungjawabkan.
c) Kombinasi NSAIDS dengan protektor lambung. Pemakaian protektor lambung digunakan untuk meminimalisasi efek samping terhadap lambung saja. Pemakaian bersama antasida tidak banyak membantu dan bahkan dapat mengelabui pasien maupun dokter yang memberikannya dengan ditiadakannya keluhan seperti kembung atau rasa penuh di area epigastrium. Kombinasi ini memberikan rasa aman semu baik pada pasien maupun dokternya. Pemberian terbaik untuk masalah efek samping gastrointestinal tersebut adalah analog prostaglandin E¬1 (misoprostol).7 Misoprostol memiliki afinitas yang kuat terhadap sel parietal lambung dan dapat menghambat pembentukan cAMP yang dirangsang oleh histamin yang mungkin sebagai akibat hambatan terhadap proses pengikatan reseptor H2 terhadap adenilat siklase sehingga sekresi asam lambung akan berkurang. namun obat inipun memberikan rasa tidak nyaman seperti diare atau nyeri abdominal. Golongan proton pump inhibitor me rupakan pilihan untuk pencegahan efek gastrotoksik NSAIDs tersebut. Efek sedikit lebih lemah diperlihatkan oleh H2R antagonis seperti ranitidin.Sayangnya penekanan PG pada tempat lain selain lambung tidak dapat dilindungi dengan pemakaian obat protektor lambung di atas.
Beberapa tips di bawah ini patut dipertimbangkan sebelum seorang dokter atau pasien memutuskan meresepkan NSAIDs, yaitu:
1. pilihlah NSAIDS yang telah diketahui betul efektifitas nya dan efek sampingnya untuk digunakan secara reguler, misal sodium diclofenac sebagai reference NSAIDs.
2. tulislah hanya satu jenis NSAIDS pada suatu saat dan dalam jumlah terbatas serta tidak diperlukan gabungan dua jenis NSAIDS atau lebih. Gabungan tersebut walaupun dalam dosis dibawah dosis yang dianjurkan terbukti tidak memberikan efek sinergisme atau penurunan toksisitas obat.
3. berikan dosis yang adekuat dan perhatikan dosis maksimal. Walaupun pemberian dosis kecil di awal terapi dapat dibenarkan mengingat respon individual terhadap NSAIDs tidaklah sama.
4. tingkatkan kepatuhan penderita dengan memberikan dosis yang fleksibel.
Rasionalisasi pemakaian NSAIDs
Temuan berbagai NSAIDs baru hingga kini belum mampu mempengaruhi perjalanan penyakit reumatik inflamatif. NSAIDs tidak dapat dipakai untuk mengendalikan kerusakan sendi, namun setidaknya pada penyakit reumatik inflamatif tersebut akan dapat mengurangi derajat inflamasi yang secara tidak langsung berperan pada kerusakan sendi pada keadaan lanjut. NSAIDS pada kelompok penyakit reumatik ini diperlukan selama proses inflamasi dapat dibuktikan baik secara klinis maupun melalui pengukuran berbagai parameter inflamatif
seperti protein fase akut atau LED dan sebagainya.
Pada OA inflamatif, NSAIDs diberikan sebagai penunjang terapi. Sedangkan pada kasus OA yang tidak jelas tanda-tanda inflamasinya maka pemberian NSAIDs hanya dibenarkan apabila pemakaian analgetikum atau bersamaan dengan modalitas non farmakologik gagal memberikan manfaat. Mengapa hal ini perlu diperhatikan karena pada sebagian besar kasus OA tidak memerlukan NSAIDs. Pada kasus OA yang demikian itu perlu diperhtaikan sumber nyerinya apakah berasal dari sinovium, otot, tendon dan sebagaianya. Diharapkan para klinisi mampu meningkatkan kemampuan dalam memberi kan petunjuk latihan yang lebih baik, modifikasi faktor nutrisi ataupun berat badan, serta memberikan pendidikan atau penyuluhan. Banyak hal yang dapat disampaikan pada pasien agar mereka mampu mengenali, menghindari atau meniadakan berbagai faktor yang dapat merugikan mereka sendiri, atau diperlukan dengan maksud melindungi sendi dari kerusakan. Namun masalah ketidaktahuan memegang peran yang tidak kecil.
Simpulan
Untuk mendapatkan efektifitas yang tinggi dari NSAIDs dan memperkecil efek samping yang tidak diinginkan, maka diperlukan pemilihan NSAIDs secara rasional. Hal ini dikarenakan jumlah NSAIDs yang beredar dipasaran sangat banyak dengan berbagai profil yang ditawarkan dan belum ada NSAIDs yang ideal. Pemahaman akan mekanisme kerja NSAIDs serta berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailaibilitas NSAIDs perlu diperhatikan mengingat respons individual yang beragam. Hambatan terhadap COX-2 dan rasionya terhadap COX-1 dalam perbandingan tertentu nampaknya diperlukan guna mencapai efek antiinflamasi yang optimal dan memperkecil efek samping yang tidak diharapkan. Pertimbangan tertentu perlu diterapkan sebelum memakai NSAIDs.
Daftar Pustaka
1. Hinz B, Brune K. [Specific COX-2 inhibitors:prospects of therapy with new analgesic and anti-inflammatory substances. Wien Klin Wochensche 1999;111(3):103-12.
2. Gierse JK, Koboldt CM, Walker MC, Seibert K, Isakson PC. Kinetic basis for selective inhibition of cyclooxygenases. Biochem J 1999;339(Pt 3):607-14.
3. Lipsky PE. Role of cyclooxygenase-1 ans –2 in health and disease. Am J Orthop 1999;28(3 Suppl):8-12.
4. Warner TD, Giuliano F, Vojnovic I, Bukasa A, Mitchell JA, Vane JR. Nonsteroid drug selectivities for cyclo-oxygenase-1 rather than cyclo-oxygenase-2 are associasted with human gastrointestinal toxicity: a full in vitro analysis. Proc Natl Acad USA 1999;96(13):7563-8.
5. Mazario J, Gaitan G, Herrero JF. Cyclooxygenase-1 vs cyclooxygenase-2 inhibitors in the induction of antinociception in rodent withdrawal reflexes. Neuropharmacology 2001;40(7):937-46.
6. Larousse C, Veyrac G. [Clinical data on COX-1 and COX-2 inhibitors:what possible alert in pharmacovigilanca]. Therapi 2000;55(1):21-8
7. Kremer J. From prostaglandin replacement to specific COX-2 inhibition: a critical appraisal. J Rheumatol Suppl 2000;60:9-12.
8. Linder JD, Monkemuller KE, Davis JV, Wlcox CM. Cyclooxygenase-2 inhibitor celecoxib: South Med J 2000’93(9):930-2.
9. Urban MK. COX-2 specific inhibitors offer improved advantages over traditional NSAIDs. Orthopedics 2000;23(7 Suppl):S761-4.
10. Lipsky LP, Abramson SB, Crofford L, Dubois RN, Simon LS, van de Putte LBA. The classification of cyclooxygenase inhibitors. J Rheumatol 1998;25(12):2298-301
11. Blain H, Jouzeau JY, Netter P, Jeandel C. [Non-steroidal anti-inflammatory agents with selective inhibitory activity on cyclooxygenase-2. Interest and future prospects]. Rev Med Interne 2000;21(11):978-88.
12. Engelhardt G, Bogel R, Schintzer C, Utzmann R. Meloxicam: influence on arachidonic acid metabolism. Part I. In vitro findings. Bichem Pharmacol 1996; 51(1):21-8.
13. Engelhardt G, Bogel R, Schintzer C, Utzmann R. Meloxicam: influence on arachidonic acid metabolism. Part II. In vitro findings. Bichem Pharmacol 1996; 51(1):29-38.
14. Vane JR, Botting RM. Mechanism of action of anti-inflammatory drugs. Scand J Rheumatol Suppl 1996;102:9-21.
15. Ogino K, Hatanaka K, Kawamura M, Katori M, Harada Y. Evaluation of pharmacologfical profile of meloxicam as an anti-inflammatory agent, with particular reference to its relative selectivity for cyclooxygenase-2 over cyclooxygenase-1. Pharmacology 1997;55(1):44-53.
16. Bennett A, Villa G. Nimesulide: an NSAID that preferentially ibhibits COX-2, and has various unique pharmacological activities. Exp Opin Pharmacother 2000;1(2):277-86.
17. Engelhardt G. Pharmacology of meloxicam, a new non-steroidal anti-inflammatory drug with an improved safety profile through preferential inhibition of COX-2. Br J Rheumatol 1996;35 (Suppl 1):4-12.
18. Pairet M, van Ryn J. Experimental models used to investigat the differential inhibition of cyclooxygenase-1 and cyclooxygenase-2 by non-steroidal anti-inflammatory drugs. Inflamm Res 1998; 47 Suppl 2:S93-S101
19. Miehle W. [Non-steroidal anti-inflammatory drugs and cyclooxygenase-2 specific inhibitor]. Wien Med Wiochensche 1999;149(19-20):541-5
20. Engelhardt G. Pharmacology of meloxicam, a new non-steroidal anti-inflammatory drug with an improvement safety profile through prefenretial inhibition of COX-2. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:4-12.
21. Engelhardt G, Homma D, Schlegel K, Utzmann R, Schintzer C. Anti-inflammatory, analgesic, antipyretic and related properties of meloxicam, a new non-steroidal anti-inflammatory agent with favourable gastrointestinal tolerance. Inflamm Res 1995;44(10):423-33.
22. Henrotin YE, Labasse AH, Simonis PE, Zheng Sx, Deby GP, Famaey JP, et al. Effects of nimesulide and sodium diclofenac on interleukin-6, interleukin-8,proteoglycans and prostaglandin E2 production by human articular chondrocytes in vitro. Clin Exp Rheumatol 1999;17(2):151-60.
23. Iniguez MA, Punzon C, Fresno M. Induction of cyclooxygenase-2 on activated T lymphocytes: regulation of T cell activation by cyclooxygenase-2 inhibitors. J Immunol 1999;163(1):111-9.
24. Bennett A. Overview of nimesulide. Rheumatology 1999;38(Suppl 1):1-3
25. Verhoeven AJ, Tool ATJ, Kiujpers TW, Roos D. Nimesulide inhibitis platelet-activating factor synthesis in activated human neutrophils. Drugs 1993;46 (Suppl 1):52-8
26. Fahmi H, Martel-Pelletier J, He Y, Zhang M, Di Battista JA, Pelletier JP. Modulation of interleukin-1 induced cyxlooxygenase-2 gene expression in human synovial fibroblasts by nimesulide. Helsinn satelite symposium. Athena. 2000.
27. Kusuhara H, Matsuyuki H, Okumoto T. Effects of nonsteroidal anti-inflammatory drugs on interleukin-1 receptor antagonist production in cultured human peripheral blood mononuclear cells. Prostaglandins 1997;54(5):795-804.
28. Yuda Y, Tnaka J, Suzuki K, Igarashi K, Satoh T. Inhibitory effects of non-steroidal anti-inflammatory drugs on superoxide generation. Chem Pharm Bull (Tokyo) 1991;39(4):1075-7.
29. Bennet A. Effect of nimesulide that occutr at therapeutically relevant concentrations. Helsinn satelite symposium. Florence.2000
30. Ottonello L, Dapino P, Pastorino G, Montagnani G, Gatti F, Guidi G, et al. Nimesulide as a downregulator of the activity of the neutrophil myeloperoxidase pathway. Drugs 1993;46 (Suppl 1):29-33
31. Pelletier JP, Pelletier JM. Effect of nimesulide and naproxen on the degradation and metalloproteases synthesis of human osteoarthritc cartilage. Drugs 1993;46 (Suppl 1):34-9.
32. Dubois RN, Abramson SB, Crofford L, Gupta RA, Simon LS, ven de Putte LBA, Lipsky PE. Cyclooxygenase in biology and disease. FASEB J 1998;12:1063-72.
33. Jones MK, Wang H, Peskar BM, Levin E, Itani RM, Sarfeh IJ, et al. Inhibition of angiogenesis by nonsteroidal anti-inflammatory drugs: insight into mechanisms and imlications for cancer growth and ulcer healing. Nat Med 1999;5(12):1418-23.
34. Masferrer JL. Leahly KM, Koki AT, zweifel BS, Settle SL, Woerner BM, et al. Antiangioegenic and antitumor activities of cyclooxygenase-2 inhibitors. Cancer Res 2000;60(5):1306-11.
35. Gallo O, Franchi A, Magnelli L, Sardi I,Vannaci A, Boddi V, et al. Cyclooxygenase-2 pathway correlates with VEGF expression in head and neck cancer. Implications for tumor angiogenesis and metastasis. Neoplasia 2001;3(1):53-61.
36. Tsubouchi Y, Mukai S, Kawahito Y, Yamada R, Kohno M, Inoue K, Sano H. Meloxicam inhibits the growth of non-small cell lung cancer. Anticancer Res 2000;20(5A):2867-72.
37. Fosslien E. Molecular pathology of cyclooxygenase-2 in neoplasia. Ann Clin Lab Sci 2000;30(1):3-21
38. Myers C, Koki A, Pamukcu R, Wechter W, Padley RJ. Proapoptosis anti-inflammatory drugs. Urology 2001;57(4 Suppl 1):73-6.
39. Williams CS, Watson AJ, Sheng H, Helou R, Shao J, DuBois RN. Celecoxib prevents tumor growth in vivio without toxicity to normal gut: lack of correlation between in vitro and in vivo models. Cancer Res 2000;60(21):6045-51.
40. Vane JR. Introduction: Mechanism of action of NSAIDs. Br J Rheumatol 1996;35 (Suppl 1):103.
41. Singh G, Ramey DR. NSAID induced gastrointestinal complications: The ARAMIS perspective –1997. J Rheumatol 1998;25 Suppl 31:8-16.
42. Luong BT, Chong BS, Lowder DM. Treatment option for rheumatoid arthritis: celecoxib, leflunomide, etanercept, and infliximab. Ann Pharmacother 2000;34(6):743-60.
43. Dougados M, Behier JM, Jolchine I, Calin A, van der Heijde D, Olivieri I, et al. Efficacy of celecoxib, a cyclooxygenase-2-specific inhibitor, in the treatment of ankylosing spondylitis: a six-week controled study with comparison againts placebo and against a convensional nonsteroidal antiinflammatory drug. Arthritis Rheum 2001;44(1):180-5.
44. Jokhio IA, Siddiqui KA, Waraih T, Abbas M, Ali A. Study of efficacy and tolerance of ketoprofen and diclofenac sodium in the treatment of acute rheumatic and traumatic conditions. J Pak Med Assoc 1998;48(12):373-6.
45. O’Grady M, Hackney AC, Schneider K, Bossen E, Steinberg K, Douglas JM, et al. Diclofenac sodium (Voltaren) reduced exercise-induced injury in human skeletal muscle. Med Sci Sports Exerc 2000;32(7):1191-6.
46. Wober W. Comparative efficacy and safety of nimesulide and diclofenac in patients with acute shoulder, and a meta-analysis of controlled studies with nimesulide. Rheumatology 1999;38 (Suppl 1):33-8.
47. Cannon GW, Breedveld FC. Efficacy of cyclooxygenase-2-specific inhibitor. Am J Med 2001;110 Suppl 3A:6S-12S. 048. Berenbaum F. [Specific inhibitors of cylco-oxygenase-2: a revolution]? Presse Med 1999;28(22):1182-7.
48. Tive L. Celecoxib clinical profile. Rheumatology (Oxford) 2000;39 Suppl 2:21-8;discussion 57-9.
49. Dammann HG. [Oreferential COX-2 inhibition: its clinical relevance for gastrointestinal non-steroidal anti-inflammatory rheumatic drug toxicity]. Z Gastroenterol 1999;37(1):45-58.
50. Clemett D, Goa KL. Celecoxib: a review of its use in osteoarthritis, rheumatoid arthritis and acute pain. Drugs 2000;59(4):957-80.
51. Emery P, Zeidler H, Kvien TK, Guslandi M, Naudin R, Stead H, et al. Celecoxib versus diclofenac in long-term management of rheumatoid arthritis: randomized double-blind comparison. Lancet 1999;354(9196):2106-11.
52. Bensen WG. Antiinflammatory and analgesic efficacy of COX-2 specific inhibition: from investigation trials to clinical experience. J Rheumatol Suppl 2000;60:17-24.
53. McKenna F, Borenstein D, Wendt H, Wallemark C, Lefkowith JB, Gesi GS. Celecoxib cersus diclofenac in the management of osteoarthritis of th eknee. Scand J Rheumatol 2001;30(1):11-8.
54. Distel M, Mueller C, Bluhmki E, Fries J. Safety of meloxicam: a global analysis of clinical trials. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:68-77.
55. Hosie J, Distel M, Bluhmki E. Meloxicam in osteoarthris: a 6-month, double-blind comparison with diclofenac sodium. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:39-43.
56. Linden B, Distel M, Bluhmki E. A double-blind study to compare the efficacy and safety of meloxicam 15 mg with piroxicam 20 mg in patients with osteoarthritis of the hip. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:35-8.
57. Noble S, Balfour JA. Meloxicam. Drugs 1996;51(3):424-30;discussion 431-32.
58. Vidal L, Kneer W, Baturone M, Sigmund R. Meloxicam in acute episodes of soft-tissue rheumatism of the shoulder. Inflamm Res 2001;50 Suppl 1:S24-9.
59. Valat JP, Accardo S,Reginster JY, Wouters M, Hettich M, Lieu PL. A cpmparison of the efficacy and tolerability of meloxicam and diclofenac in the treatment of patients with osteoarthritis of the lumbat spine. Inflamm Res 2001;50 Suppl 1:S30-4.
60. Narjes H, Turck D, Busch U, Heinzel G, Nehmiz G. Pharmacokinetics and tolerability of meloxicam after i.m. administration. Br J Clin Pharmacol 1996;51(1):21-8
61. Goei The HS, Lund B, Distel MR, Bluhmki E. A double-blind, randomized trial to compare meloxicam 15 mg with diclofenac 100 mg in the treatment of osteoarthritis of the knee. Osteoartjritis Cartilage 1997;5(4):283-8.
62. Shah AA, Murray FE, Fitzgerald DJ. The in vivo assessment of nimesulide cyclooxygenase-2 selectivity. Rheumatology 1999;38(Suppl 1):19-23.
63. Cannon GW, Valdwell JR, Holt P, McLean B, Seidenberg B, Bolognese J, et al. Rofecoxib, a specific inhibitor of cyclooxygenase-2, with clinical efficacy comparable ith that of diclofenac sodium: results of a one-year, randomized, clinical trial in patients with osteoarthritis of the knee and hip. Rofecoxib Phase III Protocol 035 Study. Arthritis Rheum 2000;43(5):978-87.
64. Wojtulewski JA, Schattenkirchner M, Barcelo P, Loet X Le, Bevis PJR, Bluhmki E. Et al. A six-month double-blind trial to compare the efficacy safety of meloxicam 7.5 mg daily and naproxen 750 mg daily in patients with rheumatoid arthritis. Br J Rheumatol 1996;35 (Suppl 1):22-28.
65. Dreiser RL, Riebendfeld D. Nimesulide in the treatment of osteoarthritis. Doble-blind studies in comparison with piroxicam, ketoprofen and placebo. Drugs 1993;46 (Suppl 1):191-5
Oleh : Dr.Yoga I Kasjmir, SpPD-KR
Terdapat berbagai pendekatan penanggulangan pe nyakit reumatik dewasa ini dan ditujukan terutama dalam mengatasi rasa nyeri dan proses keradangan, yaitu melalui istirahat, proteksi sendi, fisioterapi / rehabilitasi medik, penggunaan alat bantu, psikoterapi, pembedahan, dan pe makaian obat-obatan.
Upaya pengobatan seyogyanya melalui pendekatan farmakologik dan non-farmakologik yang seimbang, karena pengobatan medikamentosa saja seringkali memberikan hasil kurang memuaskan apabila tidak disertai dengan pengobatan lainnya. Dalam prakteknya seringkali para dok ter menghadapi kebingungan dalam menentukan pilihan modalitas pengobatan mana yang sebaiknya ditujukan ter hadap penyakit reumatik yang dihadapinya, terutama pe milihan obat.
Efektifitas dan kemanan suatu obat anti inflamasi non-steroidal (NSAIDS) apalagi bila harga obat tersebut murah merupakan dambaan setiap praktisi dibidang reumatologi. Sayangnya sampai saat ini belum ada satupun NSAIDS yang memenuhi kriteria suatu NSAIDS yang ideal. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang baik akan peng gunaan obat tersebut guna mencapai hasil yang optimal melalui pemilihan jenis NSAIDS yang beredar di pasaran secara rasional. Pemahaman yang baik akan mekanisme kerja obat anti inflamasi non steroid (NSAIDS), keunggulan serta frekwensi efek samping yang ditimbulkannya di perlukan sebelum memutuskan obat mana yang tepat di berikan pada penderita yang sedang diobati.
Mekanisme Kerja NSAIDSs
Hambatan terhadap biosintesis prostaglandin (PG) merupakan dasar utama mekanisme penghambatan proses inflamasi, dan terutama dicapai melalui hambatan jalur enzim siklooksigenase (COX). Satu Hipotesis menyebut kan bahwa hambatan selektif terhadap COX-2 akan menghasilkan efek menghilangnya rasa nyeri atau inflama si tanpa menyebabkan efek samping akibat hambatan COX-1 seperti ulkus peptikum, disfungsi trombosit dan kerusakan gunjal. Hal ini muncul sebagai jawaban ter hadap karakterisasi biomolekular dan identifikasi isoform COX-2 pada sel proinflamasi dan data sejumlah laboratorium atas dasar “human whole blood assay” yang mengarah kepada tidak adanya satupun NSAIDs yang betul-betul selektif menghambat hanya COX-2.1 Sampai saat ini hipotesis di atas masih dapat diterima, walaupun diketahui terdapat berbagai mekanisme lain dari NSAIDS dalam mengatasi proses inflamasi, misalnya melalui hambatan pelepasan faktor kemotaksis, cAMP, LTB4, an ion superoksid dan interleukin-1 (IL-1).
Hambatan terhadap COX oleh NSAIDs dibedakan atas empat cara atas dasar farmakokinetikanya yaitu: a. Kompe titif a.l ibuprofen; b. Ikatan lemah, tergantung waktu a.l naproxen, oxicam; c. Ikatan kuat, tergantung waktu a.l indo methacin dan d. Kovalen, a.l aspirin.2
Enzim COX-1 yang dikenal pula sebagai house kee ping enzyme, memiliki fungsi fisiologik atau homeostatik. Produk yang dihasilkan melalui aktivasi COX-1 akan memiliki efek protektif diantaranya efek sitoprotektif pada gaster, antitrombogenik apabila dilepaskan oleh sel en dotel, memelihara homeostasis dan fungsi tubular ginjal melalui peran PGE2, PGF dan PGI2.3 Studi invitro murni menyebutkan bahwa selektifitas hambatan COX-1/2 pada jaringan jelas berkaitan dengan efek toksik yang terjadi terurtama terhadap lambung.4
Isoform lainnya yaitu COX-2 ditemukan oleh Needleman. Pertama kali Needleman mencurigai adanya isoform baru tersebut selain COX-1 melalui percobaan in vitro pada monosit, dimana terdapat peningkatan sintesis PG oleh lipopolisakharida bakteri. Selain itu stimulus lain berupa berbagai sitokin seperti IL-1, INF, TNF dan berbagai mitogen lainnya juga memberikan reaksi yang serupa. Peningkatan sintesis tersebut dapat dihambat oleh deksametason.
Efek anti inflamasi dari NSAIDs diyakini melalui hambatan terhadap COX-2 ini karena aktivasi COX-2 tersebut me rupakan jawaban terhadap stimulus inflamatif maupun sitokin berbagai sel termasuk migratory cells. Sedangkan efek samping yang tidak diinginkan seperti gastrotoksisitas dan nefrotoksisitas diakibatkan oleh efek penghambatan pada COX-1.
Mazario J dkk atas hasil uji pada tikus, mengemukakan bahwa efek anti inflamasi dan analgetik dicapai apabila terdapat hambatan pada kedua isoform COX tersebut.5
Mekanisme kerja dari berbagai NSAIDS terhadap penghambatan isoform COX serta rasio penghambatan antara COX-2/COX-1, saat ini dipakai untuk menjelaskan berbagai perbedaan efek samping NSAIDS serta dosis anti-inflamasinya. Bateman, 1994, mempublikasikan data epidemiologik akan efek samping NSAIDS, dimana di dapatkan hubungan linear efek samping terhadap rasio COX-2/COX-1.
Efek samping yang terutama berkaitan dengan perda rahan saluran cerna atas (SCBA) telah menyebabkan ting kat hunian rawat inap sebesar 260.000 dan mortalitas mencapai 26.000 orang setiap tahunnya.6 Kremer memper kirakan sekitar 2-4%.7 Linder JD dkk memperkirakan 1-2% pemakai NSAIDs akan mengalami komplikasi gastro intestinal serius dan sekitar 10-30% mengalami tukak peptik.8 Urban MK mendapatkan bahwa risiko untuk terja dinya efek samping GI ini sekitar 3-10 kali lebih besar pada pemakaian NSAIDs yang penghambat COX-2 non-selektif.9 Dapat dibayangkan betapa besar masalah yang ditimbulkan NSAIDs dimana perkiraan saat ini NSAIDs dipakai oleh kurang lebih 30 juta orang setiap hari.6
Klasifikasi NSAIDs
Obat anti inflamasi non steroid (NSAIDs) diklasifika sikan ke dalam 4 kelompok yaitu:10,11,12,13, COX-1 selective inhibitor; COX non-selective inhibitor (NSAIDs pada umum nya),14 COX-2 preferrential inhibitor (sodium diclofenac, meloxicam, nimesulid,)15,16,17 dan COX-2 selective inhibitor (celecoxib, rofecoxib). Klasifikasi di atas seyogyanya telah memenuhi ketentuan secara enzimatik atau biokimiawi, farmakologik dan biologik serta makna klinis agar suatu NSAIDs dapat dikatakan sebagai NSAIDs yang ideal.10
NSAIDs yang lebih banyak menekan COX-2 dengan rasio COX-2/COX-1 <>1. Perbedaan dalam penurunan insidens efek samping tersebut sayang nya tidak diikuti oleh meningkatnya efikasi. Harus diingat bahwa penekanan terhadap COX-1 atau COX-2 in vivo tidaklah dapat diperkirakan dari hasil / data in vitro semata.18 Dengan kata lain pemahaman akan lokalisasi, ekspresi dan fungsi fisiologik COX-2 seyogyanya menda pat perhatian. Sodium diclofenac Meloxicam, dan nimesulide adalah jenis NSAIDS yang memiliki profil men dekati harapan sebagaimana disebutkan di atas.19
Apakah penekanan selektif atau lebih spesifik ter hadap COX-2 memberikan efek anti inflamasi yang jauh lebih baik dan disertai dengan efek samping yang jauh lebih kecil ? Pertanyaan ini baru sebagian terjawab me nyangkut efek samping gastrointestinal dan lebih lanjut nampaknya menunggu hasil penelitisn terhadap beberapa obat golongan NSAIDS terbaru (coxib) seperti celecoxib, rofecoxib, parecoxib, valdecoxib dan etorixocib pada studi fase IV.
Mekanisme lain kerja NSAIDs
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa mekanisme kerja NSIADs tidak hanya terfokus pada penghambatan enzim COX, namun cara kerja lain dari NSAIDs seba gaimana tertera di bawah ini akan mempengaruhi efektifitas kelompok kerja ini. Walaupun belum diketahui seberapa jauh kontribusi masing-masing parameter dimaksud. Mekansime lain yang dimaksud itu adalah:
a) Penghambatan kemotaksis terhadap sel-sel yang ter libat pada inflamasi, hambatan terhadap migrasi leukosit.17,20,21
b) Daya antagonistik terhadap mediator lain termasuk berbagai sitokin seperti IL-2, IL-6, TNF alfa dan IFN gamma, PAF16,22,23,24,25 atau lebih lanjut terhadap gen COX-2 berupa hambatan sintesis and ekpresi cyto kine-induced COX-2.26 Juga terlihat efek stimulasi IL-1 receptor antagonist oleh beberapa NSAIDs.27
c) Stabilisasi membran lisosom.
d) Penghambatan biosintesis mukopolisakarida.
e) Mempengaruhi translokasi Ca++.
f) Penghambatan degradasi rawan sendi termasuk kolagen oleh collagenase atau stromelysin.24
g) Penekanan fungsi limfosit T,16 dan neutrofil23 terutama hambatan terhadap lysozyme, glucuronidase dan superoxide anion.6,28,29,30,31
h) Antiangiogenesis32,33,34 melalui modulasi produksi vascular endothelial growth factor (VEGF)35 terutama pada sel kanker (kolon, paru, mamae, prostat)34,36 dan meinginduksi apoptosis.37,38 Efek apoptosis pada kanker memang masih kontroversial. Pada percobaan dengan tikus Celecoxib tidak memiliki efek tersebut.39
Mekanisme kerja NSAIDs sebagaimana dikemukakan oleh Vane JR tertera pada bagan 1 di bawah ini:40
Pertimbangan pemilihan NSAIDs
Sulit untuk menjawab pertanyaan NSAIDs mana yang dipasarkan saat ini yang paling baik, namun sangat mudah untuk mengatakan NSAIDs mana yang ideal atau sangat diharapkan.
Pertimbangan pemilihan didasarkan atas beberapa faktor yaitu mekanisme kerja, efektifitas, farmakokinetik obat, profil efek samping, kepatuhan penderita serta harga obat, bioavalibilitas dan berbagai faktor yang mempenga ruhi perjalanan suatu obat seperti efek makanan terhadap absorbsi obat dan sebagainya. Singh G dan Ramey DR menggunakan data dari the Arthritis, Rheumatism, and Aging Medical Information System (ARAMIS) untuk menetapkan perlunya perhatian akan beberapa hal tersebut di atas yang berkaitan dengan keamanan pemakaian NSAIDs.41 Beberapa pertanyaan di bawah ini seyogyanya telah dijawab terlebih dulu sebelum pilihan terhadap NSAIDs tertentu dijatuhkan, yaitu:
1. apakah pasien memerlukan NSAIDs?
2. apakah rasa nyeri dapat diatasi oleh analge tikum sederhana seperti paracetamol?
3. apakah pasien memiliki satu atau lebih faktor risiko yang perlu diperhatikan seperti usia lanjut (>65 tahun), riwayat tukak peptik, menderita penyakit kardiovaskuler dan riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas?
4. apakah memang diperlukan dosis NSAIDs yang tinggi ?
5. apakah diperlukan penggunaan kombinasi obat dan bagaimana interaksi antara NSAIDs dengan NSAIDs lainnya, NSAIDs dengan anal getikum, dan NSAIDs dengan prostaglandin sin tetik, protektor lambung seperti antasida, peng hambat reseptor H2, proton pump inhibitor, atau kortikosteroid, dan antikoagulan ?
Keputusan menggunakan satu NSAIDs seyogyanya diikuti pemahaman yang baik dari seorang dokter atau pasiennya, bahwa obat tersebut lebih bertindak sebagai obat simptomatik saja dan bahwa perjalanan suatu penyakit reumatik akan berjalan terus terutama dari kelompok penyakit reumatik otoimun, degeneratif maupun gangguan metabolik tulang dan sendi serta deposisi kristal seperti monosodium urat (MSU).Walaupun demikian terdapat hasil yang menggembirakan akan pemakaian NSAIDs ini pada penyakit reumatik tertentu terutama kelompok penyakit reumatik ekstra artikular yang disertai modalitas terapeutik lainnya seperti tindakan rehabilitasi medik (terapi fisik / fisioterapi), suntikan kortikosteroid secara bersamaan.
Analisis terhadap mekanisme kerja, efikasi, interaksi obat, farmakokinetika, dosis, indikasi kontra atau peringat an, efek samping obat dan harga merupakan hal yang penting sebelum memakai suatu NSAIDs sebagaimana dikemukakan oleh Luong BT dkk sebagai hasil MEDLINE search mulai tahun 1966 – 2000.42
Berikut ini adalah beberapa butir pertimbangan dalam memutuskan jenis NSAIDs mana yang akan digunakan.
1. Indikasi.
Hampir semua jenis NSAIDS dapat diberikan pada penyakit osteoartritis (OA) atau artritis reumatoid (RA), kecuali pemakaian fenilbutazon yang hanya diper bolehkan untuk jangka pendek. Aspirin dosis tinggi dapat dipakai sebagai alternatif pada pengobatan RA, namun kurang tepat untuk dipakai pada OA, gout, ankilosing spondilitis mengingat efek sampingnya. Sedangkan untuk gout atau ankilosing spondilitis pilihan jatuh pada indometasin dan alternatif lainnya adalah naproxen sodium atau piroxicam. Saat ini celecoxib dikatakan memiliki efek mengatasi rasa nyeri dan perbaikan fungsi yang cukup besar pada pasien ankilosing spondilitis.43 Untuk cedera olah raga, lebih condong digunakan derivat asam propionat. Sodium diclofenac dan ketoprofen efektif diberikan pada kasus nyeri reumatik akut maupun nyeri akibat trauma.44 Efek pengurangan kerusakan otot skeletal akibat latihan dapat dikurangi dengan pemberian sodium diclofenac sebelum latihan dimulai.45 Nimesulid memberikan hasil pengobatan yang baik pada reumatik ekstra artikular.46
2. Efikasi Obat.
Sampai saat ini belum dijumpai perbedaan efikasi yang menyolok diantara berbagai NSAIDs yang beredar.47 Efek penghambat spesifik atau selektif ter hadap COX-2 seperti celecoxib, nimesulid, meloxicam tidaklah berbeda dengan kelompok preferrential cox-2 inhibitor yang digunakan sebagai reference NSAIDs seperti sodium diclofenac atau NSAIDs konvensional lainnya.48,49,50
Perbandingan efektifitas beberapa NSAIDs misal nya sodium diclofenac sustained release (SR) 75 mg bd, 100 mg SR atau 150 mg/hari tablet biasa sama efektifnya dengan celecoxib 200 mg bd, rofecoxib 12.5-25 mg, meloxicam 15 mg atau naproxen 500 mg bd atau 750 mg, piroxicam 20 mg dan nimesulide 100 mg bd untuk mengatasi rasa nyeri dan inflamasi pada pasien RA / OA.51,52,53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65 Pada OA pemakaian celecoxib sama baiknya dengan napro xen.66,67,68
Terhadap kasus nyeri pinggang bawah, nimesulide 100 mg bd lebih efektif dibandingkan ibuprofen69 dan sama baiknya dengan sodium diclofenac 50 mg td untuk kasus OA.70
Efektifitas suatu NSAIDs tergantung variasi indivi dual. Untuk ini perlu diperhatikan jenis penyakit reuma tik tertentu yang condong memberikan respons ter hadap NSAIDs tertentu pula. Misalnya pemakaian indometasin atau ibuprofen pada artritis gout. Untuk kasus gout belum ada bukti yang mneyangkut efikasi pemakaian celecoxib atau penghambat selektif COX-2 lainnya.71
Konsentrasi protein plasma juga berperan dalam farmakokinetika efektifitas NSAIDs karena sebagian besar NSAIDs akan terikat pada protein plasma.72 Misalnya meloxicam terikat 99.5% pada albumin plasma, celecoxib sebesar 96.8%, nimesulid sebesar 99% dan sodium diclofenac 99.7%16,73,74,75,76
3. Toleransi
Hal ini juga bersifat individual dan tergantung dari jangka penggunaan NSAIDs (efek kumulatif). Tidak mengherankan apabila efek samping yang jarang dijumpai akan muncul seiring dengan lamanya penggunaan NSAIDs tersebut. Dalam hal menghindari efek samping NSAIDs kumulatif itu, maka perlu disarankan kepada pasien agar pemakaian NSAIDs dibatasi selama indikasinya ada dan tidak meng gantungkan upaya mengatasi nyeri hanya pada obat semata. Demikian pula perlunya pemahaman adanya perbedaan distribusi dalam jaringan yang berbeda-beda untuk setiap NSAIDs, termasuk pada keadaan faali organ tertentu, sehingga memberikan tambahan pertimbangan dalam pemilihan NSAIDs.77 Misalnya, Konsentrasi plasma Celecoxib (Area under the curve / AUC) meningkat sebesar 40-180% pada mereka dengan gangguan fungsi hati ringan sampai sedang.78
Toleransi ginjal juga perlu mendapat perhatian. Satu penelitian pemakaian celecoxib pada tikus yang dilakukan oleh Muscara dkk mendapatkan adanya efek peningkatan tekanan darah akibat gangguan vaskular dan ginjal. Juga efeknya terhadap leucocytes adherence.79 Toleransi terhadap celecoxib sebenar nya cukup baik dimana kejadian hipertensi sekitar 0.8%, edema perifer 2.1% dan eksaserbasi hipertensi laten sebesar 0.6%.80
Penelitian yang dilakukan oleh Prouse PJ dkk di Inggris menunjukkan bahwa meloxicam dapat ditole ransi dengan baik dengan tingkat toleransi sebesar 83%.81Demikian pula pada kelainan hati, ginjal dan usia lanjut tidak mempengaruhi farmakokinetikanya atau akumulasi (pada pemakaian selama 28 hari),82,83 atau gangguan hati.84 Pada mereka yang pernah mengalami efek samping dengan jenis NSAIDs lain nya, ternyata toleransi pemakaian meloxicam sangat baik.85,86
Berkaitan dengan jangka pemberian suatu NSAIDs maka nimesulide dapat ditolerir pada pemakaian jang ka panjang (1 tahun) terhadap pasien dengan OA.87
Jalur pemberian obat sedikit berperan dalam toleransi suatu NSAIDs. Misalnya pemberian meloxi cam intra muskular atau supositoria ditolerir lebih baik dibandingkan piroxicam dalam arti kata reaksi kemerahan pada kulit atau reaksi lokal pada rectum serta tidak dijumpainya peningkatan kadar kreatinin fosfokinase.88,89,90,91Dari beberapa NSAIDs yang dapat diberikan secara intramuskular, nampaknya meloxicam lebih baik dibandingkan piroxicam atau sodium diclofenac.92,93 Belum ada data perbandingan dengan parecoxib. Pada kasus nyeri pasca tindakan operatif pada anak-anak, nimesulide memberikan efek sama baiknya dengan pemakaian dipyrone.94
4. Keamanan
Pada umumnya segi keamanan suatu NSAIDs ber kaitan dengan efek samping yang ditimbulkannya baik akut maupun kronik kumulatif. Mortalitas berkaitan dengan pemakaian NSAIDs secara langsung memang sangat jarang (a.l Angioneurotic edema),85 namun lebih diakibatkan efek samping terhadap berbagai organ misalnya perdarahan saluran cerna bagian atas atau diskrasia darah (a.l anemia aplastik), efek toksik pada ginjal dan jantung. Upaya preventif akan kejadian efek samping jangka panjang memang perlu diantisipasi antara lain pemberian NSAIDs jangka pendek dalam waktu terbatas pada mereka dengan usia lanjut. Bahan pemikiran lainnya adalah NSAIDs induced gastropathy terjadi apabila terdapat hambatan terhadap kedua isoform COX.95 Namun bukti ini terbatas pada model binatang percobaan tikus.
Hingga kini belum ada satu NSAIDs pun yang terbebas dari efek samping terutama yang berkaitan dengan adanya ulkus peptikum. Bukti epidemiologik (meta analisis) yang dikemukakan oleh Carson JL dkk menyebutkan bahwa risiko relatif pemakai NSAIDs (apapun) untuk mendapatkan efek samping traktus GI serius sebesar 2.7.96 dibandingkan mereka yang tidak menggunakannya. Efek “topikal’ terhadap mukosa gaster nampaknya lebih kecil pada kelompok penghambat selektif COX-2 dikarenakan sifarnya yang sedikit asidik (pKa 6.5).24,97 Golongan coxib dan penghambat selektif lainnya seperti meloxicam, ni mesulid dikatakan memiliki toleransi yang lebih baik akan masalah ini dengan efek anti inflamasi yang sa ma.6,15,98,99,100,101,102,103,104,105,106,107,108,109,110,111,112,113,114
Celecoxib diketahui menyebabkan 0.02% perda rahan SCBA.8 Meloxicam dosis 7.5 mg dan 15 mg menyebabkan angka perforasi, perdarahan atau tukap peptik sebesar 0.1 dan 0.2%;115 sedangkan piroxicam (20 mg), sodium diclofenac (100 mg SR) dan naproxen (750-1000 mg) memberikan angka kejadian lebih besar yaitu 1.2 %, 0.6% dan 2.1%. Studi lain pemakaian meloxicam 15 mg pada RA menyebabkan 0.8% perdarahan SCBA116 dan pada penyakit reumatik lainnya angka ini juga rendah yaitu 0.8% yang mengalami perdarahan.86 Goldstein JL dkk melalui studi multisenter, buta ganda, dan randomized controlled trial (RCT) selama 2 tahun mendapatkan komplikasi GI 8 kali lebih rendah pada pemakaian celecoxib dibandingkan NSAIDs lainnya (naproxen, ibuprofen dan sodium diclofenac).117
Studi lain yang lebih berskala besar terhadap meloxicam menyebutkan bahwa obat ini memberikan efek samping pada GI sebesar 11% (dosis 7.5 mg) dan 16-28% (dosis 15 mg).116,118 Pada studi dengan skala lebih besar (Meloxicam Large-scale Inter national Study Safety assessment / MELISSA) angka kejadian efek samping pada traktus GI sebesar 13%, lebih kecil dibandingkan sodium diclofenac (100mg SR) yaitu 19%.119 Demikian pula pada Safety and Efficacy Large-scale Evaluation of COX-inhibiting Therapies (SELECT) trial terhadap pasien OA kambuh didapatkan angka kejadian efek samping traktur GI lebih kecil yaitu 10.3% : 15.4% terhadap piroxicam 20 mg.120 Secara umum dosis meloxicam 7.5 mg sekali sehari kurang memberikan efek sam ping pada traktus GI dibandingkan naproxen 750 mg.121,122,123 Meta analisis terhadap beberapa RCT dalam kurun waktu 1990-1998 menunjukkan hasil yang sama.124
Namun belum ada data yang menyebutkan tingkat keamanannya yang lebih baik pada pemakaian NSAIDs termasuk coxib terhadap mereka dengan ulkus peptikum, penyakit jantung dan ginjal, kombinasi dengan obat lain.125,126,127,128 Walaupun sebagian besar studi menyatakan bahwa celecoxib memiliki efek samping GI kecil, namun menurut Noble SL dkk efek samping tersebut (tukak peptik) hanya diyakini pada pemakaian jangka pendek saja.129 Keraguan Noble dijawab oleh Silverstein FE dengan dipu blikasikannya Celecoxic Long-term Arthritis Safety Study (CLASS) dan dinyatakan bahwa obat tersebut memiliki efek samping GI lebih kecil.130 Memang apabila telah terjadi kelainan mukosa traktus GI maka pemakaian coxib akan memperberat timbulnya tukak serta nekrosis usus, sebagaimana diperlihatkan pula pada pemakaian meloxicam.131,132 Terhadap traktus GI, nimesulide memberikan Lanza score (endoskopik) yang lebih kecil (0-2) dibandingkan pemakaian naproxen.133 Q5 Sayangnya belum ada data epi demiologik dengan sampel cukup besar pada pemakaian nimesulide dan kejadian efek samping GI.134 Satu studi perbandingan akan risiko relatif terjadinya perdarahan SCBA antar berbagai NSAIDs dilaporkan oleh Garcia R dkk. Mereka mendapatkan OR untuk perdarahan / perforasi GI (PUB/ per foration,symptomatic ulcers and GI bleeding) berturut-turut terhadap ketorolac (24.7), piroxicam (9.5), nimesulide (4.4), diclofenac (2.7), dan ibuprofen sebe sar 2.1.Dikutip dari 134 Data dari advisory committee briefing document tahun 2001 berdasarkan VIGOR study menunjukkan bahwa rofecoxib menyebabkan 2.08% kejadian PUB.135
Toleransi lainnya yang perlu diperhatikan adalah terhadap usus kecil.136 Dalam jangka panjang nimesulid dan rofecoxib dikatakan tidak memiliki pe ningkatan permeabilitas usus kecil, berbeda dengan meloxicam.24 Garcia B dkk mengatakan efek samping tersebut baru timbul pada pemakaian meloxicam dosis besar.137 Studi pada tikus menunjukkan toleransi yang baik akan pemakaian celecoxib ter hadap terjadinya inflamasi usus.138
Menyikapi berbagai hasil studi di atas, maka berbagai upaya mengubah jalur pemberian NSAIDs seperti supositoria, transkutaneus, slow release, sustained release, controlled release, pro drug, enteric coated dan sebagainya belumlah dapat dikatakan dapat menekan kemungkinan kejadian efek samping gastrointestinal disebabkan pengaruh sistemik NSAIDs. NSAIDs topikal juga tidak terlepas dari efek sistemiknya.Tablet salut enterik tidak cukup berguna dalam menurunkan gastric injury yang disebabkan ooleh golongan NSAIDs nonsalisilat.139
Efek terhadap ginjal telah diketahui melalui beberapa cara yaitu: penurunan ekskresi sodium dan kalium, menurunkan perfusi ginjal. Penurunan eksresi sodium akan diikuti terjadinya edema perifer, peningkatan berat badan, peningkatan efek anti hypertensive agents dan dicetuskannya gagal jantung kronik.140,141 Masalah lain yang juga tidak dapat di kesampingkan adalah timbulnya retensi cairan terutama pada pasien usia lanjut. Sejauh ini belum ditemukan NSAIDs yang dapat dikatakan aman terhadap mereka dengan gangguan fungsi ginjal sebagaimana dilaporkan oleh Beard dkk (1992), Fox dan Jick (1884), Gurwitz dkk (1990), Murray dkk (1990) dan Sandler dkk (1989.96
Golongan coxib dikatakan memiliki efek yang tidak begitu mengganggu fungsi hemodinamik ginjal walaupun eksresi sodium, urin PGE2 dan 6 keto PGF sama saja dengan golongan penghambat COX-2 non spesifik.142 Namun Brater mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan efek samping terhadap ginjal antara celecoxib dan NSAIDs lainnya.143 Meloxicam 15 mg, pemberian jangka pendek (28 hari) pada pasien dengan gangguan ginjal ringan tidak memperburuk fungsi ginjal.144 Pengukuran efek samping ginjal tersebut diukur melalui parameter bersihan kreatinin dan N-acethyl-beta-glucosamini dase / creatinine ratios (petanda kerusakan tubulus ginjal).
Bagi pasien dengan kelainan jantung, perlu diperhatikan bahwa belum ada NSAIDs yang memiliki efek kardioprotektif termasuk golongan coxib.145 Engelhardt G dkk melakukan percobaan pada tikus dan mendapatkan bahwa meloxicam tidak menye babkan peninggian tekanan darah, aliran darah, perubahan EKG, denyut jantung.146 Hasil yang serupa dengan keluaran infark miokard, hipertensi dan keluhan GI, dikemukakan oleh Jick SS.147 Muller FO dkk mendapatkan bahwa meloxicam cukup aman diberikan pada pasien dengan gagal jantung kronik terkompensasi (grade II dan III) yang juga mendapat pengobatan dengan furosemid, namun studi ini dilakukan jangka pendek masing-masing selama 2 minggu perlakuan (cross over study) dan jumlah pasien 19 orang.148 Rainsford KD melaporkan bahwa nimesulide sedikit meningkatkan tekanan darah pada pasien usia lanjut.134 Juga perlu sedikit hati-hati pada pemakaiannya bersamaan dengan obat antihipertensi atau diuretika furosemid.134
Efek samping pada hati berkaitan dengan siklus enterohepatik dan proses metabolisme obat melalui enzim cytochrom P450.149 Celecoxib menyebabkan peningkatan transaminase yang tidak berarti secara klinis.146 Sejauh ini hanya 4 studi yang menyebutkan kaitan NSAIDs dengan penyakit hati.96 Tahun 1985 Johnson dkk mengevaluasi 13.328 pasien dan tidak menemukan satupun dengan penyakit hati berkaitan dengan pemakaian NSAIDs. Jick dkk (1992) menemukan 3 kasus dari 102.644 pasien pemakai NSAIDs. Garcia R (1992) mengevaluasi 228.392 pasien, dan mendapatkan risiko sebesar 1.7. Serta Carson dkk (1993) mendapatkan risiko 1.2 (8.4% dari 107 pasien yang terpapar dengan NSAIDs menderita hepatitis akut).
Efek samping pada telinga dapat bermanifetasi sebagai tinitus terutama para pengguna asam salisilat (aspirin). Gangguan saraf pusat seperti sakit kepala, dizziness dapat timbul pada pemakaian indometasin. Ruam kulit banyak diperlihatkan akibat pemakaian fenbufen. NSAIDs induced asthma seringkali dilapor kan akibat pemakaian asam salisilat (aspirin).
Celecoxib dilaporkan menimbulkan efek samping yang jarang seperti Sweet’s syndrome,150 gangguan visus151 dan hepatitis kolestatik.152,153 Sedangkan pada pemakaian meloxicam menyebabkan ganguan respiratorik116 dan acute cytolytic hepatitis.154 Efek samping lain yang juga jarang ditemukan adalah Evans syndrome, anemia hemolitik akut otoimun, hyperkalaemic quadriparesis155,156 dan perforasi kolon157 serta syok anafilaktik158 yang disebabkan oleh sodium diclofenac.
Timbulnya efek samping berkaitan dengan lama nya keberadaan obat NSAIDs tersebut di dalam darah. Waktu paruh maupun frekwensi siklus entero hepatik akan memegang peran yang tidak kecil. Peran hati terutama proses oksidatif yang diperankan oleh liver microsomal cytochrome P4502C9 (CYP2C9) adalah penting.159,160Pada hepatitis akut farmakokineti ka sodium diclofenac tidak terganggu, namun perlu diwaspadai pemakaiannya apabila pasien menderita sirosis hati karena rata-rata AUC nya tiga kali lebih tinggi.161
Pemanjangan masa perdarahan seringkali meng akibatkan kejadian yang tidak diinginkan dan hal ini lumrah pada pemakaian NSAIDs. Celecoxib dan meloxicam dikatakan tidak mempengaruhi masa perdarahan atau agregasi trombosit bahkan pada dosis supraterapetik (600 mg bd),162,163 namun empat kasus trombosis yang dilaporkan oleh Crofford LJ dkk pada pasien dengan penyakit jaringan ikat otoimun, setelah mendapat celecoxib perlu mendapat perhatian apakah golongan ini memiliki efek protrombotik.164 U6 Pemikiran ini muncul atas hasil VIGOR study menggunakan rofecoxib dimana kejadian trombosis kardiovaskular dua kali lebih tinggi dibandingkan terhadap naproxen (risiko kumulatif rofecoxib ter hadap naproxen adalah 1.67% : 0.7%) Nimesulide memiliki efek anti agregasi trombosit kuat pada dosis lebih kecil dari dosis anti inflamasinya.165
5. Kepatuhan (compliance)
Kepatuhan penderita meminum obat nampaknya lebih mudah dicapai dengan pemberian NSAIDS sekali sehari, akan tetapi pada mereka dengan keluhan nyeri hilang timbul atau yang lebih banyak membutuhkan efek analgesiknya, maka pemberian dosis terbagi 2-3 kali sehari mungkin lebih sesuai. Celecoxib memiliki dosis yang cukup fleksibel dimana pemberian satu atau dua kali tidak mengubah efektifitasnya pada pasien dengan OA lutut.166 Demikian pula pemakaian meloxicam 7.5 mg atau 15 mg pada pasien dengan RA.167
6. Biaya (cost).
Walaupun diharapkan pemakaian NSAIDs adalah jangka pendek, namun harga obat tidak dapat diabaikan sebagai salah satu pertimbangan pemilihan NSAIDs. Tentunya cost effectiveness ini akan ber pengaruh pada kepatuhan pasien maupun efektifitas NSAIDs itu sendiri. Obat yang murah seperti asam salisilat (aspirin) memang belum tentu diresepkan mengingat efek samping yang telah diketahui di kalangan masyarakat kita, sedangkan NSAIDs lainnya terutama golongan baru relatif lebih mahal.
Sampai saat ini belum didapatkan sistim evaluasi masalah biaya yang dikaitkan dengan outcome maupun parameter lainnya. Cost consequences evaluation system baru diperkenalkan dan penerapannya masih memerlukan validasi agar obyektifitas evaluasi dapat dipertanggungjawabkan.
7. Interaksi obat.
Pada umumnya interaksi dengan obat lain tidak banyak, sehingga dapat dikatakan pemakaian NSAIDs cukup aman, kecuali pada gabungan aspirin atau fenilbutazon dengan anti-koagulan dan sulfonilurea (a.l tolbutamide), dimana keberadaan gabungan obat tersebut akan meningkatkan kerja obat-obatan lain tersebut yang diberikan bersamaan.
Apabila digunakan antikoagulan warfarin dengan NSAIDs, maka perlu dilakukan pemeriksaan serial masa protrombin. Interaksi antara celecoxib dan warfarin masih kontoversial. Meloxicam dikatakan tidak dipengaruhi dengan adanya pemakaian warfarin atau obat-obat lainnya sperti antasida, cimetidin, makanan, aspirin, beta-acetyldigoxin, furosemid. 73,168,169,170,171 Namun aspirin akan sedikit meningkat kan Cmax (25%) dan plasma concentration-time curves (AUCO-infinity) sebesar 10%, akan tetapi tidak bermakna secara klinis.Demikian pula kadar konsentrasi maksimum (Cmax) furosemide sedikit meningkat disertai dengan peningkatan ringan ekskresi di urin.120 Nimesulid selain terhadap obat-obat di atas juga dikatakan tidak memiliki interaksi besar dengan theophyllin, namun terhadap warfarin kadarnya akan meningkat sedang sehingga peman tauan rutin masa pembekuan dianjurkan. 16,172,173
Celecoxib juga dikatakan tidak memiliki potensiasi dengan pemakaian warfarin.71 Namun Mersfelder TL dkk mendapatkan satu kasus hemoptisis pada pemakaian celecoxib bersamaan dengan warfarin.174 Celecoxib dan meloxicam juga tidak mengganggu bersihan ginjal terhadap metothrexate (MTX) yang diberikan kepada pasien dengan RA.73,175 Cholestyramine akan mempercepat eliminasi meloxicam apabila diberikan bersamaan dan waktu paruhnya menurun dari 19.5 menjadi 12.7 jam, namun distribusinya tidak terpengaruh sehingga menun jukkan bahwa meloxicam mengalami gut recir culation.176
Pemantauan kejadian efek samping kardiorenal perlu ditingkatkan apabila pasien memakai golongan coxib terutama rofecoxib dan obat antihipertensi mengingat kejadian kardiovaskular yang dua kali lebih besar dibandingkan pemakaian naproxen.177
Pemakaian probenecid dapat meningkatkan kadar NSAIDs sampai 50 persen, sehingga bila diberikan bersama obat tersebut dapat dilakukan pengurangan dosis sampai setengahnya dan tentunya akan diperoleh dua keuntungan yaitu biaya pengobatan lebih rendah tanpa kehilangan efikasi dari NSAIDs yang dipakai.
Non-acetylated salycilate nampaknya lebih dianjurkan pada penderita yang mendapat pengobat an lain dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau diuretik.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan apabila sese orang memakai sulfonamida dan diberikan celecoxib untuk mengatasi artritisnya. Patterson dkk melaporkan indidensi kelainan dermatologik alergi akan meningkat 3-6 kali lebih tinggi pada mereka yang hipersensitif terhadap golongan sulfa dan diberikan celecoxib. Apakah memang terjadi reaksi silang antara kedua obat tersebut?178 Knowles S dkk menyatakan bahwa belum ada bukti berupa data klinis, metabolik, biokimiawi, respon imun atas kejadian reaksi alergi pemakaian celecoxib sebagaimana ditakutkan. Hal ini didasari atas tidak adanya subtituen pada posisi N1 dari golongan coxib sebagaimana yang dimiliki oleh antimikroba sulfonamida. Reaksi imun yang diper antarai oleh IgE memerlukan konstituen N1 terse but.179
8. Kombinasi NSAIDS.
a) Pada umumnya tidak dianjurkan pemakaian dua jenis NSAIDs secara bersamaan, karena tidak banyak memberikan manfaat dan bahkan me ningkatkan risiko kejadian efek samping yang lebih tinggi. Adakalanya gabungan NSAIDs tersebut dipakai dimana salah satu hanya diberikan sebagai terapi tambahan sewaktu-waktu, misalnya pemakaian ketoprofen supo sitoria pada malam hari ditambahkan pada pemakaian NSAIDs lainnya, misal diclofenac sodium bd, celecoxib once daily, meloxicam once daily atau nimesulid bd
b) Kombinasi NSAIDS dengan analgetik sejauh ini masih dapat dipertanggungjawabkan.
c) Kombinasi NSAIDS dengan protektor lambung. Pemakaian protektor lambung digunakan untuk meminimalisasi efek samping terhadap lambung saja. Pemakaian bersama antasida tidak banyak membantu dan bahkan dapat mengelabui pasien maupun dokter yang memberikannya dengan ditiadakannya keluhan seperti kembung atau rasa penuh di area epigastrium. Kombinasi ini memberikan rasa aman semu baik pada pasien maupun dokternya. Pemberian terbaik untuk masalah efek samping gastrointestinal tersebut adalah analog prostaglandin E¬1 (misoprostol).7 Misoprostol memiliki afinitas yang kuat terhadap sel parietal lambung dan dapat menghambat pembentukan cAMP yang dirangsang oleh histamin yang mungkin sebagai akibat hambatan terhadap proses pengikatan reseptor H2 terhadap adenilat siklase sehingga sekresi asam lambung akan berkurang. namun obat inipun memberikan rasa tidak nyaman seperti diare atau nyeri abdominal. Golongan proton pump inhibitor me rupakan pilihan untuk pencegahan efek gastrotoksik NSAIDs tersebut. Efek sedikit lebih lemah diperlihatkan oleh H2R antagonis seperti ranitidin.Sayangnya penekanan PG pada tempat lain selain lambung tidak dapat dilindungi dengan pemakaian obat protektor lambung di atas.
Beberapa tips di bawah ini patut dipertimbangkan sebelum seorang dokter atau pasien memutuskan meresepkan NSAIDs, yaitu:
1. pilihlah NSAIDS yang telah diketahui betul efektifitas nya dan efek sampingnya untuk digunakan secara reguler, misal sodium diclofenac sebagai reference NSAIDs.
2. tulislah hanya satu jenis NSAIDS pada suatu saat dan dalam jumlah terbatas serta tidak diperlukan gabungan dua jenis NSAIDS atau lebih. Gabungan tersebut walaupun dalam dosis dibawah dosis yang dianjurkan terbukti tidak memberikan efek sinergisme atau penurunan toksisitas obat.
3. berikan dosis yang adekuat dan perhatikan dosis maksimal. Walaupun pemberian dosis kecil di awal terapi dapat dibenarkan mengingat respon individual terhadap NSAIDs tidaklah sama.
4. tingkatkan kepatuhan penderita dengan memberikan dosis yang fleksibel.
Rasionalisasi pemakaian NSAIDs
Temuan berbagai NSAIDs baru hingga kini belum mampu mempengaruhi perjalanan penyakit reumatik inflamatif. NSAIDs tidak dapat dipakai untuk mengendalikan kerusakan sendi, namun setidaknya pada penyakit reumatik inflamatif tersebut akan dapat mengurangi derajat inflamasi yang secara tidak langsung berperan pada kerusakan sendi pada keadaan lanjut. NSAIDS pada kelompok penyakit reumatik ini diperlukan selama proses inflamasi dapat dibuktikan baik secara klinis maupun melalui pengukuran berbagai parameter inflamatif
seperti protein fase akut atau LED dan sebagainya.
Pada OA inflamatif, NSAIDs diberikan sebagai penunjang terapi. Sedangkan pada kasus OA yang tidak jelas tanda-tanda inflamasinya maka pemberian NSAIDs hanya dibenarkan apabila pemakaian analgetikum atau bersamaan dengan modalitas non farmakologik gagal memberikan manfaat. Mengapa hal ini perlu diperhatikan karena pada sebagian besar kasus OA tidak memerlukan NSAIDs. Pada kasus OA yang demikian itu perlu diperhtaikan sumber nyerinya apakah berasal dari sinovium, otot, tendon dan sebagaianya. Diharapkan para klinisi mampu meningkatkan kemampuan dalam memberi kan petunjuk latihan yang lebih baik, modifikasi faktor nutrisi ataupun berat badan, serta memberikan pendidikan atau penyuluhan. Banyak hal yang dapat disampaikan pada pasien agar mereka mampu mengenali, menghindari atau meniadakan berbagai faktor yang dapat merugikan mereka sendiri, atau diperlukan dengan maksud melindungi sendi dari kerusakan. Namun masalah ketidaktahuan memegang peran yang tidak kecil.
Simpulan
Untuk mendapatkan efektifitas yang tinggi dari NSAIDs dan memperkecil efek samping yang tidak diinginkan, maka diperlukan pemilihan NSAIDs secara rasional. Hal ini dikarenakan jumlah NSAIDs yang beredar dipasaran sangat banyak dengan berbagai profil yang ditawarkan dan belum ada NSAIDs yang ideal. Pemahaman akan mekanisme kerja NSAIDs serta berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailaibilitas NSAIDs perlu diperhatikan mengingat respons individual yang beragam. Hambatan terhadap COX-2 dan rasionya terhadap COX-1 dalam perbandingan tertentu nampaknya diperlukan guna mencapai efek antiinflamasi yang optimal dan memperkecil efek samping yang tidak diharapkan. Pertimbangan tertentu perlu diterapkan sebelum memakai NSAIDs.
Daftar Pustaka
1. Hinz B, Brune K. [Specific COX-2 inhibitors:prospects of therapy with new analgesic and anti-inflammatory substances. Wien Klin Wochensche 1999;111(3):103-12.
2. Gierse JK, Koboldt CM, Walker MC, Seibert K, Isakson PC. Kinetic basis for selective inhibition of cyclooxygenases. Biochem J 1999;339(Pt 3):607-14.
3. Lipsky PE. Role of cyclooxygenase-1 ans –2 in health and disease. Am J Orthop 1999;28(3 Suppl):8-12.
4. Warner TD, Giuliano F, Vojnovic I, Bukasa A, Mitchell JA, Vane JR. Nonsteroid drug selectivities for cyclo-oxygenase-1 rather than cyclo-oxygenase-2 are associasted with human gastrointestinal toxicity: a full in vitro analysis. Proc Natl Acad USA 1999;96(13):7563-8.
5. Mazario J, Gaitan G, Herrero JF. Cyclooxygenase-1 vs cyclooxygenase-2 inhibitors in the induction of antinociception in rodent withdrawal reflexes. Neuropharmacology 2001;40(7):937-46.
6. Larousse C, Veyrac G. [Clinical data on COX-1 and COX-2 inhibitors:what possible alert in pharmacovigilanca]. Therapi 2000;55(1):21-8
7. Kremer J. From prostaglandin replacement to specific COX-2 inhibition: a critical appraisal. J Rheumatol Suppl 2000;60:9-12.
8. Linder JD, Monkemuller KE, Davis JV, Wlcox CM. Cyclooxygenase-2 inhibitor celecoxib: South Med J 2000’93(9):930-2.
9. Urban MK. COX-2 specific inhibitors offer improved advantages over traditional NSAIDs. Orthopedics 2000;23(7 Suppl):S761-4.
10. Lipsky LP, Abramson SB, Crofford L, Dubois RN, Simon LS, van de Putte LBA. The classification of cyclooxygenase inhibitors. J Rheumatol 1998;25(12):2298-301
11. Blain H, Jouzeau JY, Netter P, Jeandel C. [Non-steroidal anti-inflammatory agents with selective inhibitory activity on cyclooxygenase-2. Interest and future prospects]. Rev Med Interne 2000;21(11):978-88.
12. Engelhardt G, Bogel R, Schintzer C, Utzmann R. Meloxicam: influence on arachidonic acid metabolism. Part I. In vitro findings. Bichem Pharmacol 1996; 51(1):21-8.
13. Engelhardt G, Bogel R, Schintzer C, Utzmann R. Meloxicam: influence on arachidonic acid metabolism. Part II. In vitro findings. Bichem Pharmacol 1996; 51(1):29-38.
14. Vane JR, Botting RM. Mechanism of action of anti-inflammatory drugs. Scand J Rheumatol Suppl 1996;102:9-21.
15. Ogino K, Hatanaka K, Kawamura M, Katori M, Harada Y. Evaluation of pharmacologfical profile of meloxicam as an anti-inflammatory agent, with particular reference to its relative selectivity for cyclooxygenase-2 over cyclooxygenase-1. Pharmacology 1997;55(1):44-53.
16. Bennett A, Villa G. Nimesulide: an NSAID that preferentially ibhibits COX-2, and has various unique pharmacological activities. Exp Opin Pharmacother 2000;1(2):277-86.
17. Engelhardt G. Pharmacology of meloxicam, a new non-steroidal anti-inflammatory drug with an improved safety profile through preferential inhibition of COX-2. Br J Rheumatol 1996;35 (Suppl 1):4-12.
18. Pairet M, van Ryn J. Experimental models used to investigat the differential inhibition of cyclooxygenase-1 and cyclooxygenase-2 by non-steroidal anti-inflammatory drugs. Inflamm Res 1998; 47 Suppl 2:S93-S101
19. Miehle W. [Non-steroidal anti-inflammatory drugs and cyclooxygenase-2 specific inhibitor]. Wien Med Wiochensche 1999;149(19-20):541-5
20. Engelhardt G. Pharmacology of meloxicam, a new non-steroidal anti-inflammatory drug with an improvement safety profile through prefenretial inhibition of COX-2. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:4-12.
21. Engelhardt G, Homma D, Schlegel K, Utzmann R, Schintzer C. Anti-inflammatory, analgesic, antipyretic and related properties of meloxicam, a new non-steroidal anti-inflammatory agent with favourable gastrointestinal tolerance. Inflamm Res 1995;44(10):423-33.
22. Henrotin YE, Labasse AH, Simonis PE, Zheng Sx, Deby GP, Famaey JP, et al. Effects of nimesulide and sodium diclofenac on interleukin-6, interleukin-8,proteoglycans and prostaglandin E2 production by human articular chondrocytes in vitro. Clin Exp Rheumatol 1999;17(2):151-60.
23. Iniguez MA, Punzon C, Fresno M. Induction of cyclooxygenase-2 on activated T lymphocytes: regulation of T cell activation by cyclooxygenase-2 inhibitors. J Immunol 1999;163(1):111-9.
24. Bennett A. Overview of nimesulide. Rheumatology 1999;38(Suppl 1):1-3
25. Verhoeven AJ, Tool ATJ, Kiujpers TW, Roos D. Nimesulide inhibitis platelet-activating factor synthesis in activated human neutrophils. Drugs 1993;46 (Suppl 1):52-8
26. Fahmi H, Martel-Pelletier J, He Y, Zhang M, Di Battista JA, Pelletier JP. Modulation of interleukin-1 induced cyxlooxygenase-2 gene expression in human synovial fibroblasts by nimesulide. Helsinn satelite symposium. Athena. 2000.
27. Kusuhara H, Matsuyuki H, Okumoto T. Effects of nonsteroidal anti-inflammatory drugs on interleukin-1 receptor antagonist production in cultured human peripheral blood mononuclear cells. Prostaglandins 1997;54(5):795-804.
28. Yuda Y, Tnaka J, Suzuki K, Igarashi K, Satoh T. Inhibitory effects of non-steroidal anti-inflammatory drugs on superoxide generation. Chem Pharm Bull (Tokyo) 1991;39(4):1075-7.
29. Bennet A. Effect of nimesulide that occutr at therapeutically relevant concentrations. Helsinn satelite symposium. Florence.2000
30. Ottonello L, Dapino P, Pastorino G, Montagnani G, Gatti F, Guidi G, et al. Nimesulide as a downregulator of the activity of the neutrophil myeloperoxidase pathway. Drugs 1993;46 (Suppl 1):29-33
31. Pelletier JP, Pelletier JM. Effect of nimesulide and naproxen on the degradation and metalloproteases synthesis of human osteoarthritc cartilage. Drugs 1993;46 (Suppl 1):34-9.
32. Dubois RN, Abramson SB, Crofford L, Gupta RA, Simon LS, ven de Putte LBA, Lipsky PE. Cyclooxygenase in biology and disease. FASEB J 1998;12:1063-72.
33. Jones MK, Wang H, Peskar BM, Levin E, Itani RM, Sarfeh IJ, et al. Inhibition of angiogenesis by nonsteroidal anti-inflammatory drugs: insight into mechanisms and imlications for cancer growth and ulcer healing. Nat Med 1999;5(12):1418-23.
34. Masferrer JL. Leahly KM, Koki AT, zweifel BS, Settle SL, Woerner BM, et al. Antiangioegenic and antitumor activities of cyclooxygenase-2 inhibitors. Cancer Res 2000;60(5):1306-11.
35. Gallo O, Franchi A, Magnelli L, Sardi I,Vannaci A, Boddi V, et al. Cyclooxygenase-2 pathway correlates with VEGF expression in head and neck cancer. Implications for tumor angiogenesis and metastasis. Neoplasia 2001;3(1):53-61.
36. Tsubouchi Y, Mukai S, Kawahito Y, Yamada R, Kohno M, Inoue K, Sano H. Meloxicam inhibits the growth of non-small cell lung cancer. Anticancer Res 2000;20(5A):2867-72.
37. Fosslien E. Molecular pathology of cyclooxygenase-2 in neoplasia. Ann Clin Lab Sci 2000;30(1):3-21
38. Myers C, Koki A, Pamukcu R, Wechter W, Padley RJ. Proapoptosis anti-inflammatory drugs. Urology 2001;57(4 Suppl 1):73-6.
39. Williams CS, Watson AJ, Sheng H, Helou R, Shao J, DuBois RN. Celecoxib prevents tumor growth in vivio without toxicity to normal gut: lack of correlation between in vitro and in vivo models. Cancer Res 2000;60(21):6045-51.
40. Vane JR. Introduction: Mechanism of action of NSAIDs. Br J Rheumatol 1996;35 (Suppl 1):103.
41. Singh G, Ramey DR. NSAID induced gastrointestinal complications: The ARAMIS perspective –1997. J Rheumatol 1998;25 Suppl 31:8-16.
42. Luong BT, Chong BS, Lowder DM. Treatment option for rheumatoid arthritis: celecoxib, leflunomide, etanercept, and infliximab. Ann Pharmacother 2000;34(6):743-60.
43. Dougados M, Behier JM, Jolchine I, Calin A, van der Heijde D, Olivieri I, et al. Efficacy of celecoxib, a cyclooxygenase-2-specific inhibitor, in the treatment of ankylosing spondylitis: a six-week controled study with comparison againts placebo and against a convensional nonsteroidal antiinflammatory drug. Arthritis Rheum 2001;44(1):180-5.
44. Jokhio IA, Siddiqui KA, Waraih T, Abbas M, Ali A. Study of efficacy and tolerance of ketoprofen and diclofenac sodium in the treatment of acute rheumatic and traumatic conditions. J Pak Med Assoc 1998;48(12):373-6.
45. O’Grady M, Hackney AC, Schneider K, Bossen E, Steinberg K, Douglas JM, et al. Diclofenac sodium (Voltaren) reduced exercise-induced injury in human skeletal muscle. Med Sci Sports Exerc 2000;32(7):1191-6.
46. Wober W. Comparative efficacy and safety of nimesulide and diclofenac in patients with acute shoulder, and a meta-analysis of controlled studies with nimesulide. Rheumatology 1999;38 (Suppl 1):33-8.
47. Cannon GW, Breedveld FC. Efficacy of cyclooxygenase-2-specific inhibitor. Am J Med 2001;110 Suppl 3A:6S-12S. 048. Berenbaum F. [Specific inhibitors of cylco-oxygenase-2: a revolution]? Presse Med 1999;28(22):1182-7.
48. Tive L. Celecoxib clinical profile. Rheumatology (Oxford) 2000;39 Suppl 2:21-8;discussion 57-9.
49. Dammann HG. [Oreferential COX-2 inhibition: its clinical relevance for gastrointestinal non-steroidal anti-inflammatory rheumatic drug toxicity]. Z Gastroenterol 1999;37(1):45-58.
50. Clemett D, Goa KL. Celecoxib: a review of its use in osteoarthritis, rheumatoid arthritis and acute pain. Drugs 2000;59(4):957-80.
51. Emery P, Zeidler H, Kvien TK, Guslandi M, Naudin R, Stead H, et al. Celecoxib versus diclofenac in long-term management of rheumatoid arthritis: randomized double-blind comparison. Lancet 1999;354(9196):2106-11.
52. Bensen WG. Antiinflammatory and analgesic efficacy of COX-2 specific inhibition: from investigation trials to clinical experience. J Rheumatol Suppl 2000;60:17-24.
53. McKenna F, Borenstein D, Wendt H, Wallemark C, Lefkowith JB, Gesi GS. Celecoxib cersus diclofenac in the management of osteoarthritis of th eknee. Scand J Rheumatol 2001;30(1):11-8.
54. Distel M, Mueller C, Bluhmki E, Fries J. Safety of meloxicam: a global analysis of clinical trials. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:68-77.
55. Hosie J, Distel M, Bluhmki E. Meloxicam in osteoarthris: a 6-month, double-blind comparison with diclofenac sodium. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:39-43.
56. Linden B, Distel M, Bluhmki E. A double-blind study to compare the efficacy and safety of meloxicam 15 mg with piroxicam 20 mg in patients with osteoarthritis of the hip. Br J Rheumatol 1996;35 Suppl 1:35-8.
57. Noble S, Balfour JA. Meloxicam. Drugs 1996;51(3):424-30;discussion 431-32.
58. Vidal L, Kneer W, Baturone M, Sigmund R. Meloxicam in acute episodes of soft-tissue rheumatism of the shoulder. Inflamm Res 2001;50 Suppl 1:S24-9.
59. Valat JP, Accardo S,Reginster JY, Wouters M, Hettich M, Lieu PL. A cpmparison of the efficacy and tolerability of meloxicam and diclofenac in the treatment of patients with osteoarthritis of the lumbat spine. Inflamm Res 2001;50 Suppl 1:S30-4.
60. Narjes H, Turck D, Busch U, Heinzel G, Nehmiz G. Pharmacokinetics and tolerability of meloxicam after i.m. administration. Br J Clin Pharmacol 1996;51(1):21-8
61. Goei The HS, Lund B, Distel MR, Bluhmki E. A double-blind, randomized trial to compare meloxicam 15 mg with diclofenac 100 mg in the treatment of osteoarthritis of the knee. Osteoartjritis Cartilage 1997;5(4):283-8.
62. Shah AA, Murray FE, Fitzgerald DJ. The in vivo assessment of nimesulide cyclooxygenase-2 selectivity. Rheumatology 1999;38(Suppl 1):19-23.
63. Cannon GW, Valdwell JR, Holt P, McLean B, Seidenberg B, Bolognese J, et al. Rofecoxib, a specific inhibitor of cyclooxygenase-2, with clinical efficacy comparable ith that of diclofenac sodium: results of a one-year, randomized, clinical trial in patients with osteoarthritis of the knee and hip. Rofecoxib Phase III Protocol 035 Study. Arthritis Rheum 2000;43(5):978-87.
64. Wojtulewski JA, Schattenkirchner M, Barcelo P, Loet X Le, Bevis PJR, Bluhmki E. Et al. A six-month double-blind trial to compare the efficacy safety of meloxicam 7.5 mg daily and naproxen 750 mg daily in patients with rheumatoid arthritis. Br J Rheumatol 1996;35 (Suppl 1):22-28.
65. Dreiser RL, Riebendfeld D. Nimesulide in the treatment of osteoarthritis. Doble-blind studies in comparison with piroxicam, ketoprofen and placebo. Drugs 1993;46 (Suppl 1):191-5
Oleh : Dr.Yoga I Kasjmir, SpPD-KR